
Meski Hari Ini Turun, Emas Berpotensi Jadi Safe Haven Lagi
Muhamad Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
21 December 2018 15:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumat siang ini (21/12/2018), harga emas dunia di pasar berjangka COMEX mengalami pelemahan US$1.263,8/ounce atau turun 0,33%. Padahal pada penutupan sesi perdagangan kemarin(20/12/2018), harga logam mulia ini menanjak tajam sebesar 0,92% ke level US$ 1.268/ounce yang merupakan harga tertingginya sejak Juli 2018 lalu.
Nilai tukar dolar AS merupakan faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi harga emas saat ini. Hingga pukul 11:50 WIB Dollar Index (DXY), yang merupakan ukuran nilai tukar dolar terhadap 6 mata uang utama dunia, menunjukkan kenaikan sebesar 0,2%. Hal ini diprediksi membawa sedikit sentimen positif terhadap greenback yang berimplikasi pada penurunan harga emas.
Namun demikian, analis memperkirakan kekuatan dolar AS tidak akan terlalu perkasa pada 2019 mendatang. Meskipun menguat tipis hari ini, DXY telah melemah sebesar 0,99%. Bahkan DXY kemarin sempat menyentuh nilai terendahnya dalam 1 bulan di posisi 96,17.
Hilangnya ketertarikan pasar pada dolar berkaitan dengan prediksi perekonomian Amerika Serikat yang akan melambat, setidaknya hingga akhir 2019.
Investor semakin mencemaskan risiko resesi di negri Paman Sam terlihat dari yield surat utang pemerintah.Pukul 11:32 WIB, imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS) tenor 2 tahun berada di 2,681% yang artinya 'hanya' berselisih 12,55 basis poin (bps) dengan tenor 10 tahun yang pada kondisi normal jaraknya sangat lebar.
Sebagai informasi, perbedaan yield tenor 2 tahun dan 10 tahun mencapai 36,6 bps. Bila yield tenor 2 tahun terus mempersempit selisih, bahkan melampaui tenor 10 tahun, maka akan terjadi kondisi Inverted yield.
Inverted yield berarti investor melihat resiko jangka pendek lebih besar daripada risiko jangka panjang. Diketahui bahwa Inverted yield merupakan indikator awal dari kondisi resesi suatu negara, yang biasanya terjadi setahun setelahnya.
Dalam kondisi yang penuh kekhawatiran seperti sekarang ini, analis memperkirakan investor tengah menimbang untuk mengalihkan simpanannya dari dollar. Emas agaknya menjadi salah satu pilihan investor, dilihat dari sudah naiknya harga emas sebesar 1,72% selama sepekan dan 2,74% dalam sebulan.
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Emas Antam Kian Kinclong, Capai Level Tertinggi dalam Sejarah
Nilai tukar dolar AS merupakan faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi harga emas saat ini. Hingga pukul 11:50 WIB Dollar Index (DXY), yang merupakan ukuran nilai tukar dolar terhadap 6 mata uang utama dunia, menunjukkan kenaikan sebesar 0,2%. Hal ini diprediksi membawa sedikit sentimen positif terhadap greenback yang berimplikasi pada penurunan harga emas.
Hilangnya ketertarikan pasar pada dolar berkaitan dengan prediksi perekonomian Amerika Serikat yang akan melambat, setidaknya hingga akhir 2019.
Investor semakin mencemaskan risiko resesi di negri Paman Sam terlihat dari yield surat utang pemerintah.Pukul 11:32 WIB, imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS) tenor 2 tahun berada di 2,681% yang artinya 'hanya' berselisih 12,55 basis poin (bps) dengan tenor 10 tahun yang pada kondisi normal jaraknya sangat lebar.
Sebagai informasi, perbedaan yield tenor 2 tahun dan 10 tahun mencapai 36,6 bps. Bila yield tenor 2 tahun terus mempersempit selisih, bahkan melampaui tenor 10 tahun, maka akan terjadi kondisi Inverted yield.
Inverted yield berarti investor melihat resiko jangka pendek lebih besar daripada risiko jangka panjang. Diketahui bahwa Inverted yield merupakan indikator awal dari kondisi resesi suatu negara, yang biasanya terjadi setahun setelahnya.
Dalam kondisi yang penuh kekhawatiran seperti sekarang ini, analis memperkirakan investor tengah menimbang untuk mengalihkan simpanannya dari dollar. Emas agaknya menjadi salah satu pilihan investor, dilihat dari sudah naiknya harga emas sebesar 1,72% selama sepekan dan 2,74% dalam sebulan.
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Emas Antam Kian Kinclong, Capai Level Tertinggi dalam Sejarah
Most Popular