Korban Asuransi Jiwasraya Rapatkan Barisan, Ancam Datangi DPR
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
17 December 2018 10:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak 141 nasabah yang menjadi 'korban' gagal bayar produk bancassurance PT Asuransi Jiwasraya (Persero) siap mendatangi DPR. Hal ini dilakukan untuk mencari solusi pembayaran klaim yang sudah jatuh tempo.
Ketua Koordinator Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancassurance Jiwasraya, Rudyantho ketika dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/12/2018) mengungkapkan nasabah sepakat untuk memberikan waktu kepada Manajemen Jiwasraya hingga Rabu (19/12/2018) untuk memberikan solusi pembayaran klaim.
"Hingga Rabu jika tidak ada informasi dan kita tidak ditanggapi maka kita akan ke DPR untuk melaporkan kasus gagal bayar polis bancassurance," papar Rudyantho.
Menurutnya, DPR mungkin jalan yang bisa ditempuh untuk bisa memfasilitasi kasus ini. Pasalnya, hanya kewenangan DPR yang bisa memanggil pihak-pihak yang bersangkutan dari Direksi Jiwasraya, Kementerian BUMN, sampai Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Apa yang kita minta adalah hak para nasabah. Dan ini sudah seharusnya dicarikan solusi. Sampai saat ini manajemen hanya meminta waktu untuk bersabar dan tidak memberikan komunikasi yang baik ke para nasabah," paparnya.
Dalam forum tersebut, Rudyantho mengatakan sebanyak 141 nasabah pemegang polis sudah bergabung. Awal dibentuk, sambung Rudyantho hanya 65 pemegang polis saja.
"Saya harap semua nasabah bisa bergabung dalam forum ini. Dan diharapkan satu suara untuk menuntut hak-haknya," tutur Rudyantho.
Kasus gagal bayar bancassurance Jiwasraya ini melibatkan tujuh bank. Di antaranya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Standard Chartered, ANZ, DBS, hingga Hana Bank.
Kepala Bagian Komunikasi Korporat Jiwasraya Wiwik Prihatini belum merespons CNBC Indonesia terkait rencana para nasabah ini. Sementara, CNBC Indonesia juga masih menunggu jawaban dari OJK selaku regulator terkait kasus ini. Kementerian BUMN sendiri belum mau memberikan klarifikasi.
Sebagai informasi, pada 1 Oktober 2018, manajemen mengumumkan soal adanya tekanan likuiditas yang membuat Jiwasraya menunda pembayaran polis jatuh tempo produk bernama saving plan. Total pembayaran polis yang tunda mencapai Rp 802 miliar.
Saving plan merupakan produk asuransi unit link yang menawarkan proteksi sekaligus investasi. Produk ini dijual melalui kanal distribusi perbankan atau bancassurance.
Sebagaian besar dana produk ini diinvestasikan di pasar modal. Masalahnya pasar saham volatil yang membuat kinerja imbal hasil investasi tertekan. Sementara itu, manajemen menjanjikan imbal hasil yang lumayan untuk produk ini.
Dalam kondisi bursa saham volatil, Jiwasraya tidak bisa melakukan cut loss. Jika melakukan hal tersebut maka Jiwasraya akan berhadapan dengan hukum karena dianggap melakukan kegiatan yang merugikan negara.
Kementerian BUMN pun memutuskan untuk melakukan audit investigasi atas masalah ini. "Kami melakukan investigasi audit terus terang saja. Kami berbicara dengan BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] dan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] dalam investigasi audit," imbuh Menteri BUMN Rini Soemarno beberapa waktu lalu.
Akhir solusi sementara dihadirkan. Jiwasraya memutuskan untuk membayar bunga kepada 1.286 pemegang polis yang telah jatuh tempo. Adapun nilainya mencapai Rp 96,58 miliar.
(roy) Next Article Alami Tekanan Likuiditas, Jiwasraya Tunda Pembayaran Klaim
Ketua Koordinator Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancassurance Jiwasraya, Rudyantho ketika dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/12/2018) mengungkapkan nasabah sepakat untuk memberikan waktu kepada Manajemen Jiwasraya hingga Rabu (19/12/2018) untuk memberikan solusi pembayaran klaim.
"Hingga Rabu jika tidak ada informasi dan kita tidak ditanggapi maka kita akan ke DPR untuk melaporkan kasus gagal bayar polis bancassurance," papar Rudyantho.
![]() |
Menurutnya, DPR mungkin jalan yang bisa ditempuh untuk bisa memfasilitasi kasus ini. Pasalnya, hanya kewenangan DPR yang bisa memanggil pihak-pihak yang bersangkutan dari Direksi Jiwasraya, Kementerian BUMN, sampai Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam forum tersebut, Rudyantho mengatakan sebanyak 141 nasabah pemegang polis sudah bergabung. Awal dibentuk, sambung Rudyantho hanya 65 pemegang polis saja.
"Saya harap semua nasabah bisa bergabung dalam forum ini. Dan diharapkan satu suara untuk menuntut hak-haknya," tutur Rudyantho.
Kasus gagal bayar bancassurance Jiwasraya ini melibatkan tujuh bank. Di antaranya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Standard Chartered, ANZ, DBS, hingga Hana Bank.
Kepala Bagian Komunikasi Korporat Jiwasraya Wiwik Prihatini belum merespons CNBC Indonesia terkait rencana para nasabah ini. Sementara, CNBC Indonesia juga masih menunggu jawaban dari OJK selaku regulator terkait kasus ini. Kementerian BUMN sendiri belum mau memberikan klarifikasi.
Sebagai informasi, pada 1 Oktober 2018, manajemen mengumumkan soal adanya tekanan likuiditas yang membuat Jiwasraya menunda pembayaran polis jatuh tempo produk bernama saving plan. Total pembayaran polis yang tunda mencapai Rp 802 miliar.
Saving plan merupakan produk asuransi unit link yang menawarkan proteksi sekaligus investasi. Produk ini dijual melalui kanal distribusi perbankan atau bancassurance.
Dalam kondisi bursa saham volatil, Jiwasraya tidak bisa melakukan cut loss. Jika melakukan hal tersebut maka Jiwasraya akan berhadapan dengan hukum karena dianggap melakukan kegiatan yang merugikan negara.
Kementerian BUMN pun memutuskan untuk melakukan audit investigasi atas masalah ini. "Kami melakukan investigasi audit terus terang saja. Kami berbicara dengan BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] dan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] dalam investigasi audit," imbuh Menteri BUMN Rini Soemarno beberapa waktu lalu.
Akhir solusi sementara dihadirkan. Jiwasraya memutuskan untuk membayar bunga kepada 1.286 pemegang polis yang telah jatuh tempo. Adapun nilainya mencapai Rp 96,58 miliar.
(roy) Next Article Alami Tekanan Likuiditas, Jiwasraya Tunda Pembayaran Klaim
Most Popular