Sepanjang 2025, 7 Bank Bangkrut, 21 Merger Besar-Besaran
Jakarta, CNBC Indonesia - Peristiwa bank tutup kerap mengisi tahun 2025. Sepanjang tahun ini, tercatat ada tujuh bank perekonomian rakyat (BPR) yang harus gulung tikar dicabut izin usahanya.
Angka tersebut memang sedikit, bahkan tak sampai setengah dari tahun 2024 yang totalnya mencapai 20 BPR. Namun demikian, keadaan ini menunjukkan bahwa jumlah pelaku industri BPR terus menyusut.
Sama seperti tahun lalu, mayoritas BPR yang tutup disebabkan oleh kurangnya modal atau kondisi keuangan yang sakit yang tidak kunjung dapat disehatkan. Alhasil, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan cabut izin usaha (CIU) terhadap bank-bank tersebut, diikuti dengan proses likuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sukarela Minta Ditutup
Yang menarik di tahun ini, terdapat dua BPR yang secara sukarela meminta otoritas untuk dilikuidasi. Antara lain, BPR Artha Kramat dan BPR Nagajayaraya Sentrasentosa.
Pada 24 Oktober 2025, OJK mengumumkan telah melakukan CIU terhadap BPR Artha Kramat yang beralamat di Jalan Raya Munjungagung Nomor 28, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah, atas permintaan Pemegang Saham (Self Liquidation). Alasannya, pemegang saham pengendali bank itu ingin lebih fokus terhadap pengembangan BPR Bumi Sediaguna yang masih dalam satu grup kepemilikan yang sama dengan BPR Artha Kramat.
Hanya selang lima hari, OJK mengumumkan telah melakukan CIU atas BPR Nagajayaraya karena permintaan sukarela pemegang sahamnya. Pemegang saham bank yang beralamat di Jalan P.B. Sudirman No. 85, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur itu mempertimbangkan belum terpenuhinya modal inti minimum sesuai ketentuan yang berlaku.
Mengenai dua kejadian tak biasa tersebut, Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK, Mahendra Siregar menilainya sebagai proses normal dan merupakan bagian dari penataan dan konsolidasi industri BPR.
"Kami melihatnya bahwa ini merupakan permintaan self-liquidation ini bagai proses yang normal dan justru bagian dari penataan dan konsolidasi industri BPR," pungkasnya saat Konferensi Pers KSSK, Gedung Bank Indonesia (BI), Senin (3/11/2025) lalu.
Dengan demikian, Mahendra mengatakan BPR akan semakin efisien dan berdaya tahan terhadap guncangan dan tuntutan yang diperlukan ke depannya. Selain itu, dengan ini, diharapkan peran dari pengurus maupun pemilik BPR lebih optimal dan meningkatkan penerapan tata kelola, manajemen risiko dan kepatuhan atas seluruh ketentuan yang juga merupakan hal yang penting tentunya demi kinerja BPR.
Lebih lanjut, Mahendra memastikan proses likuidasi BPR secara sukarela tetap mendorong perlindungan nasabah.
Adapun, ketujuh BPR/BPR Syariah (BPRS) yang tutup tahun sepanjang tahun ini adalah BPRS Gebu Prima, BPR Dwicahaya Nusaperkasa, BPR Disky Surya Jaya, BPRS Gayo Perseroda, BPR Artha Kramat, BPR Nagajayaraya Sentrasentosa, dan BPR Bumi Pendawa Raharja.
Konsolidasi Besar-Besaran BPR
OJK sendiri memang mendorong penguatan industri BPR, salah satunya dengan konsolidasi. Selain penutupnya BPR-BPR yang sakit, aksi konsolidasi juga sedang marak dilakukan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae memperkirakan jumlah BPR/BPRS dapat lanjut menurun hingga tersisa 1.000 bank.
"Karena itu BPR kan sekarang konsolidasinya sangat rame ya. Sedang besar-besaran dari BPR melakukan konsolidasi itu," katanya di Amanaia Menteng, pada Selasa (3/6/2025) lalu.
Dian melanjutkan, "Dulu kan saya pernah ngomong pada awal-awal gitu kan, saya akan targetkan menjadi seribu. Tapi ternyata tanpa saya harus memaksa segala macam pun, kayaknya jumlah itu akan tercapai."
Ia mengatakan penguatan BPR/BPRS penting dilakukan. Sebab, BPR yang hanya diwajibkan memiliki modal inti minimum Rp6 miliar, bisa melakukan berbagai layanan seperti bank umum.
"Bisa listed, bisa payment system, bisa transaksi devisa gitu kan. Kan ini kalau tidak dibenahi, tidak diperkuat dari semua aspeknya gitu, risk managementnya, terus kemudian masalah yang apa namanya, governance dan lain sebagainya, itu malah repot gitu. Malah jangan-jangan yang cita-citanya BPR itu bisa ke pasar modal, jangan-jangan kalau tidak diberesin, tidak akan banyak BPR yang akan bisa listed gitu," terang Dian.
Sepanjang tahun ini ada dua aksi merger BPR besar-besaran. Pertama, ada sebanyak empat BPR dalam satu naungan memutuskan untuk melebur.
Antara lain, PT BPR Bina Sejahtera Insani (Binsani), PT BPR Rejeki Insani, PT BPR Dutabhakti Insani, dan PT BPR Bina Kharisma Insani. BPR Binsani yang terletak di Karanganyar, Jawa Tengah itu menjadi surviving entity yang menerima penggabungan ketiga BPR lainnya. Merger resmi dilakukan pada 27 Agustus 2025.
Kedua, Bank Syariah Matahari besutan Pimpinan Pusat (PP) mendapatkan izin operasional oleh OJK pada 18 Juni 2025. Bank tersebut sebelumnya merupakan BPRS yang dijadikan cangkang untuk mendirikan Bank Umum Syariah (BUS).
Adapun, Bank Syariah Matahari dipilih sebagai perusahaan cangkang, karena Muhammadiyah sulit untuk melebur sebanyak 17 BPRS yang dimiliknya menjadi 1.
"BPRS Matahari Artha Daya itu yang [jadi] bank nanti, kemudian [BPRS lain] ikut gabung. Jadi BPR lain bisa memegang saham ke bank yang baru. Satu yang jadi magnet. Jadi satu itu yang ditransformasi menjadi bank. Habis itu yang lain akan masuk juga. Jadi bukan di-merger, ya. Dia akan melebur," ungkap Wakil Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata (MEBP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mukhaer Pakkanna, usai acara Kolaborasi Strategis Muhammadiyah dan DMMX di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
(fsd/fsd)[Gambas:Video CNBC]