Harga Minyak Menguat Tipis, Venezuela dan Rusia Membayangi
Jakarta, CNBC Indonesia — Harga minyak dunia bergerak menguat pada perdagangan Rabu (24/12/2025) pagi waktu Indonesia. Data Refinitiv per pukul 10.05 WIB menunjukkan Brent di level US$62,41 per barel, sementara WTI berada di US$58,40 per barel.
Posisi ini menandai kelanjutan tren naik sejak pertengahan Desember, meski lajunya kini mulai melambat.
Jika dibandingkan dengan penutupan Selasa (23/12/2025), Brent yang berada di US$62,38 dan WTI di US$58,38, kenaikan hari ini sangat tipis. Pasar seperti sedang mengambil napas setelah reli beberapa hari terakhir, mencerminkan keseimbangan rapuh antara optimisme permintaan dan kekhawatiran kebijakan moneter.
Dalam sepekan terakhir, arah pasar sebenarnya cukup jelas. Brent telah naik dari US$59,82 pada 18 Desember menjadi di atas US$62 saat ini, sementara WTI melompat dari US$56,15 ke kisaran US$58,4.
Kenaikan harga minyak ini ditopang oleh data ekonomi Amerika Serikat yang lebih kuat dari perkiraan. Pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal III 2025 tercatat lebih tinggi dari estimasi awal, ditopang belanja konsumen yang tetap solid. Bagi pasar energi, ini dibaca sebagai sinyal bahwa permintaan bahan bakar masih punya bantalan kuat.
Namun, optimisme itu bercampur dengan kecemasan. Data lain menunjukkan kepercayaan konsumen AS melemah pada Desember dan aktivitas manufaktur stagnan. Artinya, di satu sisi konsumsi masih menopang ekonomi, tapi di sisi lain ada bayang-bayang perlambatan yang bisa menekan permintaan energi dalam beberapa bulan ke depan.
Di luar faktor ekonomi, geopolitik kembali menjadi bahan bakar utama kenaikan harga. Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang memblokade kapal tanker minyak Venezuela di bawah sanksi membuat pasar khawatir pasokan dari negara Amerika Latin itu bakal makin tercekik. Beberapa kapal bahkan dilaporkan terpaksa kembali ke perairan Venezuela karena intersepsi AS.
Dengan kapasitas penyimpanan yang makin menipis, Venezuela berisiko harus memangkas produksi jika ekspor terganggu lebih lama. Situasi ini menciptakan potensi "supply shock" kecil tapi sensitif, terutama karena Venezuela selama ini menjadi salah satu pemasok minyak berat ke pasar global.
Dari sisi lain dunia, Rusia juga menambah lapisan risiko. Serangan di kawasan Laut Hitam, termasuk di pelabuhan Odesa, serta gangguan pada kapal dan fasilitas logistik, membuat rantai pasok minyak Rusia kembali berada di bawah tekanan. Serangan terhadap "shadow fleet" tanker yang mencoba menghindari sanksi turut memperbesar ketidakpastian.
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
(emb/emb)[Gambas:Video CNBC]