MARKET DATA

Jelang Natal Amerika Takluk di Asia, Rupiah Ikut Pesta

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
24 December 2025 09:56
Mata uang Won Korea Selatan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Mata uang Won Korea Selatan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia — Mata uang Asia terpantau kompak menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pagi ini, Rabu (24/12/2025).

Mengacu pada data Refinitiv, hingga pukul 09.20 WIB, hampir seluruh mata uang Asia bergerak positif melawan dominasi greenback. Penguatan dipimpin oleh won Korea Selatan, sementara hanya rupee India yang tercatat melemah di kawasan.

Won Korea menjadi mata uang terkuat di Asia pagi ini setelah menguat 1,22% terhadap dolar AS dan terapresiasi ke posisi KRW 1.462/US$. Penguatan ini diikuti oleh mata uang yen Jepang yang berhasil menguat cukup signifikan dengan apresiasi 0,35% ke level JPY 155,6/US$.

Sementara itu, dua mata uang negara tetangga RI yakni dolar Singapura dan ringgit Malaysia juga mengalami apresiasi dengan masing-masing menguat 0,26% dan 0,12%. Dengan posisi dolar Singapura di level SGD 1,28/US$ dan ringgit Malaysia di level MYR 4,05/US$.

Serta yang ikut menguat juga yakni dolar Taiwan dengan berhasil menguat 0,10% ke level TWD 31,41/US$. Diikuti oleh dong Vietnam yang naik tipis 0,05% ke level VND 26.312/US$.

Adapun, rupiah Garuda turut mengikuti momentum penguatan sejumlah mata uang Asia ini walaupun tidak signifikan. Rupiah menguat hanya 0,03% atau terapresiasi ke posisi Rp16.760/US$. Setelah di perdagangan kemarin, rupiah hanya bergerak stagnan di Rp16.765/US$.

Di sisi lain, rupe India menjadi satu-satu nya mata uang di Asia yang tak mampu melawan dolar AS dengan depresiasi 0,07% atau bertengger di posisi INR 89,47/US$.

Kekompakan penguatan mata uang Asia di perdagangan pagi ini tak lepas dari pengaruh pelemahan dolar AS di pasar global. Melansir Refinitiv, per pukul 09.20 WIB, indeks dolar AS (DXY) kembali berada di zona pelemahan dengan melemah 0,18% di posisi 97,764.

Tekanan terhadap greenback terlihat konsisten dalam tiga hari perdagangan terakhir yang mengindikasikan berkurangnya minat investor terhadap aset berdenominasi dolar.

Pelemahan dolar AS terjadi di tengah meningkatnya ekspektasi pasar terhadap lanjutan pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) pada tahun depan. Meski data terbaru menunjukkan ekonomi AS masih tumbuh solid, sentimen pasar tetap condong pada prospek penurunan suku bunga seiring dengan tanda-tanda pelemahan di pasar tenaga kerja AS.

Data terbaru menunjukkan produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal terakhir tumbuh 4,3% secara tahunan, melampaui ekspektasi pasar sebesar 3,3%.

Namun, data tersebut belum mampu mengangkat dolar, karena pelaku pasar menilai fokus The Fed ke depan akan bergeser pada menjaga momentum pertumbuhan dan stabilitas tenaga kerja.

Saat ini, pasar memperkirakan peluang sekitar 87% bahwa The Fed akan menahan suku bunga pada pertemuan akhir Januari mendatang. Sementara itu, kontrak berjangka suku bunga AS mengindikasikan pemangkasan suku bunga berikutnya baru berpotensi terjadi pada Juni, dengan ekspektasi dua kali penurunan masing-masing 25 basis poin sepanjang 2026.

Kondisi tersebut mendorong investor mulai melakukan rotasi portofolio, keluar dari aset berdenominasi dolar AS dan beralih ke aset berisiko, termasuk pasar negara berkembang (emerging markets). Aliran dana ini membuka ruang bagi penguatan mata uang kawasan, termasuk rupiah, di awal perdagangan hari ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)



Most Popular