Influencer Saham Gagal Kelola Duit Rp71 Miliar, Ini Pesan Bos OJK

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Selasa, 21/10/2025 11:10 WIB
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Seorang influencer berperan mempengaruhi masyarakat luas terhadap sesuatu, termasuk dalam hal berinvestasi. Influencer saham kerap kali menjadi rujukan bagi seseorang dalam mengambil keputusan berinvestasi.

Influencer memiliki jangkauan luas serta membangun hubungan parasosial dengan pengikutnya, yang dapat berdampak positif dalam edukasi keuangan. Mereka mampu menarik perhatian audiens dan menyampaikan materi keuangan dengan bahasa yang mudah dipahami.

Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut mengawasi aktivitas pegiat media sosial atau influencer saham melalui regulasi khusus. Langkah ini diambil usai banyaknya fenomena influencer finansial yang meresahkan.


Pada tahun 2024 lalu, sempat beredar kasus influencer yang mengelola dana masyarakat senilai puluhan miliar. Diketahui, setelah ramai cuitan akun @profesor _saham di aplikasi X soal laporan dari 34 investor yang menitipkan dana di salah satu influencer saham. Influencer tersebut gagal mengelola uang tersebut dan menuai kerugian hingga Rp71 miliar.

Netizen pun sempat menyebut nama influencer asal Makassar Ahmad Rafif Raya yang menjadi sosok dibalik akun @waktunyabelisaham. Namun, usai viral kabar tersebut, terduga diketahui mengunci akun instagramnya.

Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan sosok influencer saham yang diduga gagal mengelola dana titipan investasi saham Rp71 miliar tidak pernah mengikuti pelatihan kompetensi resmi dari regulator.

"Nama tersebut belum pernah mengikuti program inkubator di BEI," kata Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik saat dikonfirmasi CNBC Indonesia.

Ia pun menegaskan bahwa influencer dan pengelola dan penasehat investasi adalah dua hal yang berbeda. "Untuk menjadi penasehat atau manager investasi sudah ada POJK yang mengatur dan harus punya lisensi dari OJK," ungkap Jeffrey.

Sementara untuk para pegiat media sosial yang membuat konten tentang investasi saham (influencer), BEI sudah mengajak puluhan penggiat medsos untuk mengikuti Sekolah Pasar Modal selama beberapa tahun terakhir.

Ia pun menjelaskan, pelatihan bagi para influencer ini dibutuhkan agar mereka bisa menyampaikan secara baik kepada followernya dalam kontennya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (KE PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, tidak semua finfluencer memiliki kompetensi yang memadai dalam menyampaikan informasi keuangan dan memahami ketentuan hukum yang berlaku.

Beberapa di antaranya bahkan terlibat dalam pengelolaan dana investasi tanpa izin atau melakukan aktivitas yang melanggar regulasi.

"Sehubungan dengan hal tersebut, OJK sedang merancang skema pengaturan dan pengawasan atas perilaku finfluencer dalam meningkatkan kehati-hatian finfluencer atas aktivitasnya di media sosial sehingga mengedepankan Pelindungan Konsumen dan mematuhi ketentuan perundang-undangan lainnya," ungkap Friderica yang kerap disapa Kiki dalam keterangan resminya.

Meski demikian, OJK tetap mengakui potensi finfluencer dalam memperluas jangkauan edukasi keuangan bagi masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan ini akan dilakukan tanpa menghambat peran mereka dalam menyebarluaskan literasi keuangan.

Sementara, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK) Inarno Djajadi mengatakan, influencer finansial harus memiliki perjanjian tertulis jika bekerja sama atau memberi rekomendasi efek.

Hal itu mengacu pada ketentuan terkait influencer pada POJK nomor 13 tahun 2025 oada pada Pasal 106 hingga 109. Adapun dalam ketentuan tersebut mengatur mengenai kewajiban bagi Perusahaan Efek sebagai Perantara Pedagang Efek (PPE) dan Perusahaan Efek Daerah (PED) yang melakukan kerja sama dengan pegiat media sosial.

Dalam aturan tersebut, PPE dan PED menyediakan media untuk iklan & informasi umum pasar modal, melakukan penawaran untuk menjadi nasabah PPE dan PED, dan melakukan analisis dan/atau rekomendasi terhadap suatu efek atau produk.

"Adapun dalam melakukan kegiatan tersebut, PPE dan PED wajib memiliki perjanjian tertulis dan memastikan bahwa pegiat sosial media harus memiliki izin yang sesuai," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (5/7).

Inarno memaparkan, untuk pegiat sosial yang melakukan penawaran untuk menjadi nasabah PPE dan PED, harus memiliki izin sebagai mitra pemasar PPE dan untuk pegiat sosial yang memberikan analisis atau rekomendasi atas efek atau produk, harus memiliki izin sebagai penasihat investasi.

Dengan demikian, pengaturan tersebut bertujuan untuk memitigasi potensi permasalahan yang timbul dari keterlibatan pegiat media sosial, termasuk adanya fraud dalam pemasaran ataupun rekomendasi dalam berinvestasi.

Inarno menegaskan, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan Pasal dalam POJK 13/2025 tersebut, sanksi yang diberikan tidak hanya bagi Perusahaan Efek, namun juga dapat diberikan kepada Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran, artinya termasuk kepada para pegiat media sosial.

Di samping itu, jika para pegiat media sosial terindikasi dengan tindak pidana pasar modal seperti melakukan penipuan, tipu muslihat dan memberikan informasi yang menyesatkan terkait investasi di pasar modal, maka OJK akan memberikan sanksi tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Ke depanya, pengaturan influencer/ pegiat media sosial keuangan akan dibuat secara khusus oleh OJK dan akan dimintakan tanggapan ataupun masukan kepada masyarakat," pungkasnya.


(ayh/ayh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Setujui Usulan DPR RI Soal Free Float Saham Emiten Jadi 30%