
Uang Menkeu Rp200 T di Bank Picu Kredit Macet? Ini Kata OJK

Jakarta, CNBC Indonesia - Penempatan dana Rp200 triliun oleh pemerintah di perbankan bisa mendorong penyaluran kredit. Meski demikian di sisi lain, hal ini dikhawatirkan bisa memicu potensi risiko kredit macet atau non performing loan (NPL).
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memastikan, lembaga jasa keuangan, khususnya 5 bank pemerintah yang mendapatkan penempatan dana itu sudah memiliki sistem mitigasi risiko kredit yang memadai sehingga risiko NPL bisa cepat ditangani. Kelima bank itu ialah BRI, BNI, BTN, BSI, dan Bank Mandiri.
"Kalau itu tentu masing-masing bank memiliki kemampuan untuk melakukan analisis risikonya," kata Mahendra saat ditemui seusai mengadakan pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Selain itu, ia mengatakan, perbankan juga akan selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan. Maka, ia menganggap risiko kredit macet masih akan tetap bisa dikendalikan meski likuditas perbankan kini melimpah dan ruang penyaluran kredit juga makin terbuka lebar.
"Tentu semua pelaksanaannya tetap dalam kaidah prudensial yang berlaku. Jadi, saya rasa tidak ada yang dikecualikan ataupun dikorbankan di sana," ucap Magendra.
Sebagai informasi, risiko kredit macet di Indonesia sudah mengalami kenaikan sejak awal tahun. Rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) gross per Januari 2025 naik 10 basis poin (bps) dibandingkan bulan sebelumnya atau menjadi 2,18%.
Per Juni 2025, angka NPL secara gross masih mengalami kenaikan hingga ke posisi 2,22%. Lalu, berlanjut pada Juli 2025 menjadi ke posisi 2,28%.
Pada kesempatan itu, Mahendra juga telah mengungkapkan bahwa likuiditas di perbankan kini sudah sangat melimpah efek suntikan dana Rp 200 triliun ke 5 bank milik pemerintah, tercermin dari kenaikan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga atau AL/DPK yang balik ke posisi normalnya, di atas 20%.
"Dengan adanya masukan dana Rp 200 triliun ini sekarang sudah berada di atas 20%, dan memang 20% itu threshold yang baik untuk mengukur likuiditas suatu bank," ucap Mahendra.
Efek kedua, ialah makin besarnya ruang perbankan untuk semakin gencar menyalurkan kredit atau pinjaman ke masyarakat. Terlihat dari menurunnya rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio yang kembali ke bawah level 90%.
"Sehingga memberikan ruang lebih besar bagi bank-bank itu untuk memberikan pinjaman, kredit, kepada debitur yang menyampaikan untuk proposalnya dan juga proyeknya," tutur Mahendra.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Cara Agar Tidak Diteror oleh Debt Collector
