Debitur Gigit Jari! Alasan Bank Ogah Turunkan Bunga Kredit Terbongkar!

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
Selasa, 26/08/2025 07:35 WIB
Foto: Warga melakukan transaksi di Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Jakarta, Senin (28/7/2025). (CNBC Indonesia/Muhhamd Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia — Bank Indonesia (BI) kembali menyoroti lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan, meski suku bunga acuan BI Rate sudah dipangkas empat kali sepanjang tahun ini. Per Juli 2025, bunga kredit tercatat masih tinggi di level 9,16%, hanya turun tipis dari awal tahun 9,20%.

Sejumlah bankir kompak menyebutkan, penahan utama ada pada biaya pendanaan alias cost of fund (CoF) yang belum turun signifikan. Suku bunga deposito masih relatif tinggi, sehingga bunga kredit sulit ikut bergerak.

"Penurunan bunga kredit biasanya mengikuti penurunan CoF, bukan langsung BI Rate," kata Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan kepada CNBC Indonesia, Senin (25/8/2025).


Hal senada diungkapkan Presiden Direktur Maybank Indonesia, Steffano Ridwan, yang menyebut bunga deposito harus lebih dulu turun agar kredit bisa lebih murah. Selain faktor CoF, risiko kredit juga jadi pertimbangan utama bank.

"Penurunan suku bunga kredit akan mengikuti penurunan suku bunga deposito dulu. Kami sendiri sudah mulai menurunkan suku bunga deposito secara bertahap agar nanti bisa mulai menurunkan suku bunga kredit," terang Steffano.

Direktur Risiko Allo Bank, Ganda Raharja Rusli menegaskan bahwa risiko gagal bayar selalu masuk dalam perhitungan bunga kredit melalui skema risk based pricing. 

"Pertimbangan risiko kredit akan selalu ada dan bank akan selalu menghitung risiko dan memasukkannya menjadi salah satu komponen perhitungan suku bunga kredit (risk based pricing)," ungkap Ganda.

Saling Tunggu

Wakil Direktur Bank INA Perdana (BINA), Yulius Purnama Junaedi mengatakan setiap bank punya kebijakan bunga kredit masing-masing yang pastinya mempertimbangkan risiko kredit yang ada.

Keengganan perbankan menurunkan suku bunga kredit membuat bank-bank jadi "saling menunggu."

"Saat ini kami masih pantau pergerakan suku bunga di pasar. So far kami belum melihat banyak perubahan. Mengingat kami bukan merupakan bank besar maka kami masih menjadi follower dan saat ini dalam posisi wait and see perkembangan yang ada," kata Yulius.

Alhasil, suku bunga kredit tetap tinggi sementara pertumbuhan kredit justru melambat menjadi 7,03% yoy pada Juli 2025, turun dari 8,43% yoy pada Mei. Angka ini semakin menjauh dari target BI sebesar 8-11% hingga akhir 2025.

Sebagai informasi, pada Juli 2025, suku bunga kredit bank tercatat 9,16%, masih relatif sama dengan bulan sebelumnya. 

Sementara itu, suku bunga kredit baru tercatat meningkat sebesar 17 basis poin (bps) menjadi 9,79%. Peningkatan suku bunga kredit baru didorong oleh kenaikan pada
kelompok bank umum swasta nasional (BUSN).

Suku bunga kredit baru pada kelompok bank swasta naik sebesar 45 bps menjadi 10,90%. Hal ini sejalan dengan upaya menjaga margin keuntungan melalui penyaluran kredit baru yang berfokus pada kredit konsumsi dengan suku bunga lebih tinggi.

Suku bunga kredit baru pada kelompok kantor cabang bank asing (KCBA), bank pembangunan daerah (BPD), dan badan usaha milik negara (BUMN) berturut-turut menurun sebesar 43 bps, 23 bps, dan 11 bps menjadi 8,15%, 9,32%, dan 8,41%.

Menurunnya suku bunga kredit baru pada mayoritas kelompok bank mencerminkan berlangsungnya transmisi suku bunga kebijakan di pasar kredit, dan mencerminkan dampak tunda dari penurunan BI Rate.

Adapun harga pokok dana untuk kredit (HPDK) atau cost of fund relatif stabil pada Juni 2025 dibandingkan bulan sebelumnya di level 3,64%. Hal ini utamanya pada kelompok BUMN dan bank swasta yang masih bertahan sebesar 3,56% dan 3,58%.

Akan tetapi biaya overhead atau overhead cost (OHC) 17 bps menjadi 4,15% didorong oleh kenaikan beban tenaga kerja dan beban lainnya terkait belanja barang dan jasa.


(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Saat Suku Bunga The Fed Turun, Investasi Ini Paling Diuntungkan