Lengkap! 9 Fakta Aksi Blokir Rekening Dormant oleh PPATK

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
07 August 2025 20:10
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. (CNBC Indonesia/Arrijal)
Foto: Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. (CNBC Indonesia/Arrijal)

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sementara transaksi rekening dormant telah mengejutkan banyak pihak. Sebab, dana yang mengendap di dalamnya tidak bisa diutak-atik.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pun telah blak-blakan menjelaskan alasan instansinya melakukan pemblokiran tersebut. Rekening dormant ia sebut kerap menjadi salah satu alat para pelaku kejahatan untuk menyimpan dana hasil tindak pidana di berbagai sektor.

Para pelaku kejahatan itu bisa memperoleh rekening dormant para nasabah bank karena rekening itu telah diperjualbelikan secara terbuka di berbagai platform digital. Bahkan, ada di antaranya yang diperjualbelikan di media sosial, seperti Facebook.

"Nah, khusus penghentian sementara ini memang landasannya adalah kita sangat prihatin bahwa saat ini di tengah masyarakat kita luar biasa banyak jual-beli rekening,lalu kemudian peretasan, pembobolan rekening," kata Ivan, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (7/8/2025).

PPATK telah memfokuskan analisis transaksi ilegal ke rekening dormant sejak Februari 2025. Karena banyak temuan transaksi mencurigakan dari analisis itu, diputuskan untuk mengundang kalangan perbankan untuk membahas penguatan pengawasan terhadap rekening nganggur para nasabahnya.

Selama proses yang Ivan sebut sebagai proses Know Your Costumer (KYC) melalui prosedur Customer Due Diligence (CDD) dan Enhance Due Diligence (EDD) itu PPATK harus memblokir sementara rekening dormant selama periode Mei-Juli 2025.

Berikut ini 9 fakta di balik penerapan kebijakan penghentian sementara rekening dormant oleh PPATK:

1. 122 juta rekening dormant di 105 bank

Total rekening dormant yang dikenakan penghentian sementara oleh PPATK mencapai 122 juta dari 105 bank. Selama proses penghentian sementara transaksi rekening nganggur yang tak ada aktivitas debit hingga 5 tahun lebih itu PPATK melakukan analisis rekening-rekening yang dijadikan tempat penampung dana tindak pidana kejahatan.

Proses penghentian sementara untuk analisis dan dalam rangka memperkuat mekanisme CDD dan EDD di perbankan itu kini telah selesai dilakukan PPATK, sehingga total 122 juta rekening dormant yang diblokir sementara transaksinya telah dilepas oleh PPATK.

"Dan proses analisis PPATK ini sudah selesai. Karena kita target awal Juli selesai semua setelah kita dapat 122 juta rekening, kita target Juli selesai," kata Ivan.

2. Dana di rekening dormant aman dan utuh

Ivan memastikan tidak ada perampasan atau penyitaan uang dalam rekening yang sebelumnya dilakukan pemblokiran tersebut. Dia menegaskan dana di dalam rekening masih utuh sepenuhnya, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.

Dia pun menegaskan bahwa langkah PPATK murni untuk melindungi masyarakat dari tindak pidana, seperti jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, hingga korupsi.

"Ini semata-mata untuk melindungi kepentingan nasabah. Dana tetap aman, hak dan kepentingan tetap aman 100%. Tidak berkurang sedikitpun," ujarnya.

3. 120 ribu rekening telah diperjualbelikan

PPATK mencatat ratusan ribu rekening nasabah diperjualbelikan di situs media sosial hingga e-commerce. Hal ini merupakan hasil temuan PPATK seusai melakukan analisis dan penghentian sementara 122 juta rekening dormant yang berasal dari 105 bank.

"Kalau teman-teman lihat di Facebook banyak sekali jual beli rekening, ini banyak sekali, sangat amat luar biasa, yang seperti ini. Ini yang kemudian semakin menyuburkan tindak pidana sendiri," kata Ivan.

Ivan mengatakan, hasil analisis yang dilakukan terhadap sejumlah rekening dormant per Februari 2025 terdapat 1,5 juta rekening yang digunakan tindak pidana untuk periode 2020-2024.

Dari total rekening itu, sebanyak 150 ribu rekening dijadikan rekening nominee, dan 120 ribu rekeningnya sudah diperjualbelikan. Adapun, 20 ribu di antaranya juga sudah kena peretasan.

4. 1.155 rekening tindak pidana

Ivan Yustiavandana mengatakan, dari hasil analisis sejak Februari 2025 dan pemblokiran secara bertahap mulai 16 Mei 2025 hingga Juli dan Agustus 2025 dalam 16 batch, ditemukan 1.155 rekening digunakan untuk tindak pidana dengan tanpa adanya transaksi debit selama 1-5 tahun.

"Jadi benar-benar untuk melindungi rekening dormant dari potensi tindak pidana dan yang saya sampaikan fakta temuan setelah penghentiannya," kata Ivan saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (6/8/2025).

1.155 rekening yang digunakan untuk tindak pidana berbagai bidang itu memiliki akumulasi dana dalam rekening senilai Rp 1,15 triliun lebih. Mayoritas berupa tindak pidana perjudian sebanyak 517 rekening dengan nominal Rp 548,27 miliar, dan tindak pidana korupsi sebanyak 280 rekening dengan nominal Rp 540,68 miliar.

Yang besar lainnya ialah berupa cybercrime sebanyak 96 rekening dengan nominal Rp 317,5 juta, tindak pidana pencucian uang atau TPPU 67 rekening dengan nominal Rp 7,29 miliar, narkotika 65 rekening dengan nilai Rp 4,82 miliar, dan penipuan 50 rekening dengan nominal Rp 4,98 miliar.

Adapula temuan tindak pidana di bidang perpajakan sebanyak 20 rekening dengan nominal Rp 743,43 juta, serta penggelapan sebanyak 16 rekening dengan saldo yang nominalnya sebesar Rp 31,31 triliun. Sementara itu, terkait terorisme 3 rekening senilai Rp 539,35 juta, penyuapan 2 rekening Rp 5,13 juta, dan 7 rekening terkait perdagangan orang senilai Rp 22,83 juta.

"Ketika kita temukan terkait tindak pidana akan kita sampaikan ke penegak hukum, penghentian terus dilakukan dan disampaikan ke penegak hukum," tegas Ivan.

5. 2.000 rekening milik instansi pemerintah berstatus dormant

Dari hasil analisa pemblokiran 122 juta rekening dormant atau yang tak memiliki transaksi debit, setidaknya ada 2.115 rekening dormant yang tercantum atas nama instansi pemerintah. PPATK mengungkapkan nilai saldo yang termuat di dalam rekening cukup signifikan.

Nilai saldo rekening instansi pemerintah pada rekening dormant itu mencapai Rp 530,47 miliar yang mengendap dalam rentang waktu tahunan, seperti 1 tahun sampai dengan 5 tahun.

Jumlah rekening instansi pemerintah yang dormant dan berada di Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara senilai Rp 169,37 miliar. Sedangkan di pihak lainnya senilai Rp 361,18 miliar.

"Ini (rekening pemerintah) kan harusnya bergerak," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, di kantornya, Jakarta, Rabu (6/8/2026).

Menurut Ivan, secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau. Jika didiamkan dan hanya berstatus dormant akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi Indonesia, serta merugikan kepentingan pemilik sah dari rekening tersebut.

6. Puluhan juta rekening penerima bansos berstatus dormant

10,41 juta rekening penerima bantuan sosial atau bansos dari pemerintah statusnya dormant. Temuan ini berasal dari proses analisis dan pemblokiran 122 juta rekening nganggur alias dormant di 105 bank yang dilakukan PPATK sejak Februari-Agustus 2025.

Dari total 10,41 juta rekening penerima bansos yang status rekeningnya dormant nilai saldonya secara keseluruhan mencapai Rp 2,41 juta.

Total saldo rekening dormant penerima bansos itu terdiri dari yang tak memiliki transaksi debit dalam rentang waktu 0-3 tahun sebanyak 508.360 rekening dengan nilai saldo Rp 152,16 miliar.

Untuk rentang transaksi aktif debit terakhir periode 3-5 tahun sebanyak 3,55 juta rekening dormant dengan nilai saldo Rp 889,70 miliar, dan untuk rentang aktif debit terakhir lebih dari 5 tahun mencapai 6,35 juta dengan saldo rekening Rp 1,37 triliun.

"Maka ketemu lah 9,32 juta rekening dengan status dormant yang transaksinya sudah tidak aktif lebih dari 3 tahun dengan saldo sebesar Rp 1,42 triliun dan dengan range saldo sampai dengan Rp 1 juta," ucap Ivan.

7. E-wallet juga berisiko seperti rekening dormant

PPATK telah mencermati adanya indikasi transaksi untuk kegiatan berbau tindak pidana, seperti judi online atau judol melalui e-wallet. Namun, hal ini bukan berarti membuat PPATK akan segera berencana memblokir transaksinya sebagaimana pemblokiran 122 juta rekening dormant pada 105 bank pada periode Mei-Juli 2025.

"Tapi e-wallet memang berisiko, kita sudah amati itu," ucap Ivan.

Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono mengatakan, pemantauan risiko e-wallet sebagai rekening penampung judol ini masih dilakukan karena sejauh ini temuan saldonya minim yang bentuknya bersifat dormant atau tanpa adanya transaksi debit.

"E-wallet kan Rp 10 ribu, Rp 5 ribu-an biasanya. Karena target kita bukan pemain ya, target kita menghentikan depositnya," tegas Danang.

Oleh sebab itu, ia kembali menegaskan, hingga saat ini PPATK sebatas mengambil sikap untuk mencermati risiko e-wallet sebagai rekening penampung deposit judol.

"Jadi kita lihat dulu risikonya, sekarang kripto juga bisa diperjualbelikan, ngerikan," ucap Danang.

8. Blokir transaksi rekening dormant bikin deposit judol merosot

Hasil dari penghentian transaksi dormant itu ialah ambruknya nominal deposit judol. Pada Mei 2025 posit judol senilai Rp 2,29 triliun, lalu merosot menjadi Rp 1,5 triliun. Deposit judol sepanjang semester I-2025 mencapai puncaknya pada pada April senilai Rp 5,08 triliun.

Sebelum itu, nilai deposit judol sejak Januari-Maret 2025 masing-masing senilai Rp 2,96 triliun, Rp 3,05 triliun, dan Rp 2,59 triliun.

Jumlah frekuensi transaksi depositnya pun ambles, dari 7,32 juta kali transaksi pada Mei 2025 menjadi 2,79 juta kali transaksi. Pada April 2025 bahkan sempat tembus 33,23 juta kali transaksi, menjadikan jumlah transaksi terbanyak pada paruh pertama tahun ini.

Biasanya jumlah transaksi deposit judol belasan juta transaksi, seperti Januari 2025 sebanyak 17,33 juta kali transaksi, Februari 2025 sebanyak 17,99 juta kali transaksi, dan Maret 2025 mencapai 15,82 juta kali transaksi.

"Artinya ini penurunan signifikan. Ini datanya bukan fabrikasi tapi data yang kita terima dari bank, jadi kalau kita lihat dampaknya penghentian transaksi sementara seperti ini," papar Ivan.

9. PPATK minta bank tak kenakan biaya reaktivasi rekening dormant

Ivan Yustiavandana mengaku telah meminta pihak bank tidak mengenakan biaya reaktivasi rekening dormant yang dikenakan blokir sementara.

Pemblokiran sementara di 105 bank sejak Mei sampai Agustus 2025 ini dilakukan supaya bank semakin gencar melakukan Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD), agar rekening dormant nasabahnya tidak dijadikan media penampung dana tindak pidana.

"Ya memang ada bank yang mensyaratkan untuk melakukan deposit dengan nilai tertentu untuk mengaktifkan lagi. Ya kami sedang bicarakan dengan bank apakah mungkin tidak diperlukan," kata Ivan

Ivan mengaku telah memperhitungkan sebagian masyarakat tak punya kemampuan finansial yang memadai guna memenuhi syarat bank untuk reaktivasi rekening dormant. Maka, dia meminta bank untuk tak mengenakan beban biaya untuk reaktivasi lagi

"Karena masyarakat kita ada yang ya katakanlah tidak memiliki kemampuan untuk menambah deposit di rekeningnya. Itu sedang kita upayakan dengan teman-teman di perbankan," ujar Ivan.

Namun, Ivan memastikan pengenaan biaya reaktivasi rekening dormant hanya dikenakan segelintir bank. Mayoritas menurutnya tidak mengenakan biaya apapun untuk reaktivasi itu.

"Tidak semuanya mensyaratkan seperti itu. Jadi hanya ada beberapa bank gitu ya. Ya memang ini sekali lagi kebijakan bank masing-masing ya. Dari PPATK inginnya semua dilakukan dengan cara yang sangat cepat," ujar Ivan.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PPATK Blokir Rekening Nganggur atau Dormant, Ini Aturan dari Bank

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular