
Gak Cuma di Mall, Fenomena Rohana-Rojali Sudah Ada di Dunia Asuransi

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena "Rohana-Rojali" ternyata tidak hanya terjadi di sektor ritel, tetapi juga merambah ke industri asuransi. Fenomena ini menunjukkan adanya tekanan daya beli masyarakat yang kian terasa dalam beberapa waktu terakhir.
Istilah "Rojali" merupakan singkatan dari "rombongan jarang beli", sementara "Rohana" berarti "rombongan hanya nanya". Kedua istilah ini populer menggambarkan perilaku masyarakat yang hanya melihat-lihat produk tanpa membeli.
Direktur Utama AXA Financial Indonesia, Niharika Yadav, menyatakan bahwa fenomena serupa juga terlihat dalam perilaku calon nasabah asuransi. Ia membagi masyarakat menjadi dua kelompok besar dalam konteks kesadaran terhadap produk asuransi.
Kelompok pertama adalah mereka yang sudah sangat memahami manfaat produk asuransi, termasuk perbedaan dengan produk perbankan dan keuntungan perpajakan. Mereka tahu apa yang mereka butuhkan, dan perusahaan pun merancang produk sesuai permintaan kelompok ini.
"Orang-orang itu bukan termasuk Rojali karena mereka tahu kebutuhan mereka dan kita mendesain produk sesuai dengan apa yang mereka butuhkan," kata Niharika dalam paparan kinerja, di Jakarta, Selasa, (5/8/2025).
Kelompok kedua adalah masyarakat dari kelas menengah ke bawah yang kini mulai naik kelas berkat akses pendidikan dan pendapatan ganda dalam rumah tangga. Mereka memiliki impian untuk meningkatkan kualitas hidup, seperti menyekolahkan anak ke tempat yang baik, memiliki mobil, dan tinggal di apartemen layak.
Menurut Niharika, kelompok kedua inilah yang menjadi potensi besar industri asuransi di Indonesia. Kesadaran mereka yang mulai tumbuh menjadikan asuransi sebagai solusi.
"Itu lah mengapa perusahaan asuransi merancang produk dengan premi yang terjangkau agar mereka bisa mendapat manfaat premi yang baik, " kata dia.
Sebaai gambaran, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menuturkan berdasarkan data Susenas Maret 2025, kelompok atas memang agak menahan konsumsinya.
"Ini kita amati dari Susenas. Namun ini tentu tidak serta-merta berpengaruh ke angka kemiskinan karena kan itu kelompok atas saja. Fenomena Rojali memang belum tentu ya teman-teman mencerminkan tentang kemiskinan," papar Ateng dalam rilis data BPS, Jumat (25/7/2025).
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual menilai konsumsi masyarakat belum menunjukkan perbaikan dan hal ini dibuktikan oleh data per Juni lalu.
Konsumsi menengah atas, menurut David, belum membaik. Padahal, kaum menengah atas menyumbang kontribusi terhadap konsumsi yang sangat signifikan, yakni 70%.
"Di Big Data itu, bahkan (konsumsi) sampai Juni itu belum bagus..Secara konsumen keseluruhan terutama yang menengah atas yang punya uang - yang membeli durable goods seperti mobil, motor, furniture, kemudian pakaian, luxurious goods - mereka yang mendrive 70% konsumsi," kata David dalam acara Editors Briefing Bank Indonesia (BI), Jumat (18/7/2025).
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Situasi Ekonomi Menantang, DPR Minta Industri Asuransi Antisipatif