
Pekan Genting dari AS, Bagaimana Nasib Rupiah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sepanjang lalu masih tergelincir ke zona merah, seiring dengan ketidakpastian penantian kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.
Melansir data Refinitiv, rupiah sepanjang pekan lalu tertekan 0,62% ke angka Rp16.285/US$ pada perdagangan Jumat (26/7/2024).
Peristiwa mundurnya Presiden AS Joe Biden dalam kontestasi politik melawan Donald Trump cukup menggemparkan pasar keuangan karena meninggalkan ketidakpastian.
Joe Biden yang merupakan petahana mengumumkan pengunduran dirinya lewat unggahan di media sosial X.
Biden menyerah pada tekanan tanpa henti dari sekutu terdekatnya di Partai Demokrat yang terus mendesak sosok berumur 81 tahun tersebut untuk mundur dari pencalonan di tengah kekhawatiran mendalam bahwa ia terlalu tua dan lemah untuk mengalahkan mantan Presiden Donald J. Trump.
"Merupakan kehormatan terbesar dalam hidup saya untuk menjabat sebagai presiden Anda," tulisnya di media sosial.
"Dan meskipun saya berniat untuk mencalonkan diri kembali, saya yakin ini demi kepentingan terbaik partai saya dan negara jika saya mundur dan fokus sepenuhnya pada pemenuhan tugas saya sebagai presiden selama sisa masa jabatan saya."
Tekanan pasar keuangan Indonesia berlanjut setelah AS melaporkan data awal produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal II-2024 tumbuh 2,8% pada basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), lebih tinggi dari kuartal I-2024 yang hanya tumbuh 1,4%.
Angka awal PDB AS pada kuartal II-2024 ini juga berada di atas ekspektasi pasar sebelumnya yang memperkirakan ekonomi Negeri Paman Sam akan tumbuh 2%.
Laporan PDB terbaru menunjukkan bahwa dunia usaha terus berinvestasi dan konsumen masih mendorong pertumbuhan dengan belanja mereka, meskipun harga barang masih cenderung tinggi.
Namun demikian, inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) AS yang dirilis kemarin tampak melandai dan sesuai ekspektasi pasar sehingga hal ini diharapkan mampu mengurangi tekanan terhadap mata uang Garuda ke depan.
Sebagai catatan, Biro Analisis Ekonomi AS melaporkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) pada Juni lalu mencapai 2,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dari posisi Mei lalu yang mencapai 2,6%.
Dengan data inflasi PCE yang sudah sesuai dengan ekspektasi pasar, maka harapan pasar akan pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dapat dilakukan pada pertemuan September mendatang pun semakin terbuka lebar.
Pada pekan data genting AS masih berlanjut, pada Selasa (30/7/2024), terdapat rilis data lowongan pekerjaan JOLTs periode Juni 2024. Sebelumnya, jumlah lowongan pekerjaan meningkat sebanyak 221.000 dari bulan sebelumnya menjadi 8,140 juta pada Mei 2024, melampaui konsensus pasar sebesar 7,91 juta.
Hal ini menyusul angka 7,919 juta yang direvisi turun pada bulan April yang merupakan angka terendah dalam tiga tahun.
Kemudian pada Kamis (1/8/2024), pasar akan mencermati konferensi pers dari Federal Open Market Committee (FOMC). Konsensus pasar melihat pada bulan ini suku bunga AS akan tetap dipertahankan dan memandang pemangkasan suku bunga ke depan.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, rupiah masih dalam tren pelemahan. Resistance terdekat di level psikologis Rp16.300/US$ jika ditembus memungkinkan rupiah menguji level terpuruknya lagi ke sewaktu Pandemi Covid-19 menyerang di RI di Rp16.390/US$.
Sementara itu, jika ada pembalikan arah menguat bisa dicermati posisi Rp16.275/US$ yang didapatkan dari garis rata-rata selama 20 jam atau Moving Average/MA 20.
![]() Pergerakan rupiah melawan dolar AS |
CNBCÂ Indonesia Research
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Rupiah Banyak Cobaan Hari Ini, Tekanan Dolar Bisa Meningkat