Jokowi Mau Perpanjang Restrukturisasi Kredit, Ekonom-Bankir Pesan Ini

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
25 June 2024 16:50
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (5/2/2018). Tahun ini, bank Indonesia memperkirakan ekonomi akan tumbuh lebih baik dibandingkan dari tahun lalu di kisaran 5,1 hingga 5,5 persen seiring membaiknya perekonomian global. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memperpanjang program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 perbankan, telah mendapatkan reaksi yang beragam. Meskipun banyak yang menyambut baik, banyak pula yang mengkhawatirkan potensi praktik moral hazard dari perpanjangan tersebut.

Ekonom Senior Indef Aviliani menyebut bahwa kebijakan restrukturisasi seharusnya tidak untuk umum, melainkan ditujukan bagi yang memang membutuhkan dan memiliki prospek yang baik. Oleh karena itu, ia mengatakan perbankan yang harus menentukan penerima dari kebijakan tersebut.

"Jadi biarkanlah bank yang memberikan justifikasi. Tapi bahwa kebijakan itu secara keseluruhan saya rasa sih, nggak masalah. Karena kan masih ada juga yang masih punya masalah. Tapi jangan diberlakukan untuk semua. Banyak orang moral hazard gitu, loh," ujar Aviliani usai Talkshow Keuangan Bundaku OJK, Selasa (25/6/2024).

Aviliani khawatir nanti akan banyak nasabah yang meminta restrukturisasi dan menjadi beban bagi perbankan. 

Berikutnya, Aviliani menyebut hal yang penting adalah peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memberlakukan kebijakan ini. Ia menyebut para debitur yang mengikuti program restrukturisasi dikhawatirkan tidak diterima oleh bank lain.

"Karena kalau orang yang sudah restrukturisasi, dia mau pindah bank tuh nggak diterima oleh bank lain. Karena nanti dianggap oleh si pengawas OJK-nya adalah, kamu sudah restrukturisasi, kok pindah ke bank? Nah bank ini ngapain ngambil? Nah itu nggak boleh," terang Komisaris Utama Allo Bank Indonesia itu.

Ia berpendapat bahwa masa program restrukturisasi kredit seharusnya menjadi momentum bagi para debitur untuk membereskan masalah kreditnya melalui restrukturisasi. Maka dari itu, Aviliani menekankan perburukan kualitas kredit bukan karena kinerja perusahaan perbankan.

Senada, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Anika Faisal mengatakan kebijakan perpanjangan itu jangan sampai menimbulkan moral hazard. Menurutnya, saat ini restrukturisasi dapat diberlakukan kembali bila perekonomian benar-benar melambat.

"Itu memang masing-masing bank harus punya [kebijakan]. Dan itu secara umum bank punya kebijakan restru masing-masing. Jadi, supaya jangan di gebyah uyah gitu, ya," tandas Anika pada kesempatan yang sama.

Dalam hal ini, harus ada kolaborasi dengan OJK sehingga ada aturan yang jelas mengenai perpanjangan ini.

"Jadi, nggak ada moral hazard supaya orang itu memang kalau usahanya sudah membaik ya bayar. Kalau usahanya memang susah, ya susah juga ya harus dibantu," pungkas Anika yang merupakan Komisaris Bank Jago.

Terpisah, Direktur Bank Oke Indonesia (DNAR) Efdinal Alamsyah menyebut ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pemerintah melakukan perpanjangan. 

Dalam hal ini, debitur tidak memiliki inisiatif untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka karena adanya harapan bahwa akan terus ada keringanan. Efdinal mengatakan alasan lain bisa jadi hal ini akan menjadi penundaan masalah.

"Alih-alih menyelesaikan masalah, restrukturisasi kredit yang berkepanjangan bisa hanya menunda masalah. Jika debitur tidak mampu memulihkan bisnis mereka, kredit macet bisa meningkat setelah masa restrukturisasi berakhir," jelasnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (24/6/2024).

Efdinal melanjutkan, perpanjangan stimulus ini juga dapat menjadi beban bagi perbankan. Ia mengatakan bank mungkin akan menghadapi beban finansial yang berat jika terus-menerus harus menanggung kredit yang direstrukturisasi, yang pada akhirnya bisa mengganggu profitabilitas dan kemampuan bank untuk memberikan kredit baru.

"Jadi perpanjangan stimulus restrukturisasi kredit bank benar-benar harus memperhatikan kondisi ekonomi saat ini, tingkat pemulihan sektor-sektor yang paling terdampak, dan kapasitas sistem perbankan untuk menyerap risiko tambahan," imbuh Efdinal.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Alasan OJK Cabut Program Restrukturisasi Kredit Covid-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular