
Tak Ada Angin Tak Ada Hujan, Lah Rupiah Kok Jeblok?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ambrol secara tak terduga pada perdagangan kemarin, Rabu (5/6/2024). Melansir Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,40% di posisi Rp 16.280 per US$1, posisi ini merupakan yang terendah sejak 6 April 2020 atau sekitar empat tahun terakhir.
Penurunan rupiah ini juga mematahkan tren penguatan yang terjadi selama tiga hari beruntun sejak 31 Mei 2024. Bahkan, pelemahan rupiah itu cukup mengejutkan karena kondisi global relatif stabil dan indeks dolar juga tidak bergerak signifikan karena hanya menguat tipis 0,14% ke angka 104,26.
Bank Indonesia pun hanya mencatat penyebab melemahnya rupiah terhadap dolar AS kemarin karena penutupan non-delivery forward rupiah yang melemah tajam di pasar New York. Bidding NDF rupiah posisi 3 bulan mencapai Rp 16.310 dan harga jual (ask) mencapai Rp 16.374 per dolar AS dan bidding 1 tahun mencapai Rp 16.455 per dolar AS dan harga jual sebesar Rp 16.533 per dolar AS.
"Rupiah melemah ditrigger oleh closing NDF IDR di pasar New York yang ditutup melemah cukup tajam sehingga menyebabkan opening pasar spot Rupiah di pasar domestik di pagi hari tadi dibuka dengan melemah yang juga tajam. (Padahal) Hari-hari sebelumnya pergerakan Rupiah relatif stabil terkendali," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto dikutip Kamis (6/5/2024).
Menurut BI, faktor yang mendorong NDF melemah tajam adalah kondisi global yang masih sangat naik turun, termasuk kondisi politik di India yang sudah dalam proses Pemilu. Lalu, pelaku pasar masih melihat adanya permintaan dolar akibat repatriasi yang relatif masih cukup tinggi.
"BI tentunya selalu mengawal dengan masuk pasar untuk memastikan keseimbangan supply demand pasar valas di market, dan Rupiah ditutup lebih rendah dari posisi opening hari ini," ucap Edi.
Sebagai catatan, Rupiah melemah sementara di saat yang bersamaan indeks dolar AS juga turun. Investor asing diketahui masih belum berani masuk sepenuhnya ke Indonesia.
Besar kemungkinan dengan rupiah terus melemah bisa menyebabkan investor alami rugi selisih kurs. Padahal di sisi lain, modal asing sangat dibutuhkan untuk pasokan valuta asing di dalam negeri.
Selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 30 Mei 2024 tercatat nonresiden jual Rp34,72 triliun neto di pasar SBN, jual neto Rp4,26 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp86,07 triliun di SRBI.
Meski secara harian melemah, BI optimistis nilai tukar rupiah akan kembali menguat terhadap dolar AS pada 2024. Bahkan, pada tahun itu BI memperkirakan nilai tukar rupiah akan kembali bergerak di level Rp 15.000, tepatnya di rentang Rp 15.300-15.700 per dolar AS.
"Kami perkirakan tahun depan kisarannya 15.300-15.700 batas atasnya memang sedikit lebih kuat dari yang disampaikan Bu Menkeu," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (5/6/2024)
Ada empat alasan Perry memperkirakan rupiah akan perkasa. Pertama mengenai suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate) yang diperkirakan bisa mulai turun pada akhir tahun ini dan berlanjut pada depan. "Ini bisa memberikan satu kepastian mengenai aliran modal asing masuk," ujar Perry.
Kedua mengenai imbal hasil yang menarik, sehingga investor mau menempatkan modal di dalam negeri. "Ketiga, berkaitan prospek ekonomi kita, baik pertumbuhan dan inflasi," kata Perry. Ekonomi RI diperkirakan masih bisa tumbuh di sekitar 5% pada tahun ini dan 2025, sementara inflasi terjaga rendah di bawah 3%.
"Ke empat tentu komitmen BI jaga stabilitas berkoordinasi dengan pemerintah termasuk berdayakan PP 36 2023 mengenai kewajiban DHE SDA," pungkasnya.
Kejatuhan rupiah ini terjadi ketika sentimen dari eksternal terutama AS juga lebih mengarah ke positif. Di antaranya adalah JOLTS opening dan ISM PMI Manufaktur. Kedua data tersebut melandai yang menandai kebijakan ketat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) sudah berdampak. The Fed pun bisa mempercepat pemangkasan suku bunga jika pasar tenaga kerja dan aktivitas manufaktur melandai.
Mengutip Riset CNBCÂ Indonesia, salah satu penyebab jatuhnya rupiah adalah besarnya kebutuhan pembayaran dividen ke luar negeri. Seperti diketahui, musim dividen berlangsung sejak April dan akan berakhir pada Juli 2024. Ratusan perusahaan yang memiliki investor asing harus menukarkan rupiah ke dolar AS untuk membayar dividen.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Tembus Rp16.300, Begini Penjelasan Bos BI!