
Aneh! Banyak Kabar Baik Tapi Rupiah Ambruk ke Level Terendah 4 Tahun

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah alami pelemahan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (5/6/2024). Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,40% di posisi Rp 16.280 per US$1.
Posisi ini merupakan yang terendah sejak 6 April 2020 atau sekitar empat tahun terakhir.
Penurunan rupiah ini juga mematahkan tren penguatan yang terjadi selama tiga hari beruntun sejak 31 Mei 2024.
Rupiah yang terpuruk ini cukup mengejutkan publik di tengah kondisi global relatif stabil belakangan ini. Indeks dolar juga tidak bergerak signifikan dan hanya menguat tipis 0,14% ke angka 104,26.
Sentimen dari eksternal terutama AS juga lebih mengarah ke positif. Di antaranya adalah JOLTS opening dan ISM PMI Manufaktur. Kedua data tersebut melandai yang menandai kebijakan ketat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) sudah berdampak. The Fed pun bisa mempercepat pemangkasan suku bunga jika pasar tenaga kerja dan aktivitas manufaktur melandai.
Salah satu penyebab jatuhnya rupiah adalah besarnya kebutuhan pembayaran dividen ke luar negeri. Seperti diketahui, musim dividen berlangsung sejak April dan akan berakhir pada Juli 2024. Ratusan perusahaan yang memiliki investor asing harus menukarkan rupiah ke dolar AS untuk membayar dividen.
Berikut sejumlah sentimen positif yang seharusnya menopang rupiah:
1. ISM PMI Manufaktur AS Menurun
Aktivitas manufaktur AS melambat untuk bulan kedua berturut-turut pada bulan Mei karena pesanan barang baru turun terbesar dalam hampir dua tahun, tetapi ukuran inflasi input turun kembali dari level tertinggi sejak pertengahan tahun 2022, menurut survei bulanan yang dirilis pada Senin (3/6/2024).
Indeks manajer pembelian manufaktur Institute for Supply Management untuk Mei turun menjadi 48,7 dari 49,2 pada April. Penurunan tersebut merupakan penurunan kedua berturut-turut dan merupakan bulan kedua di bawah level 50 yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi.
2. Pasar Tenaga AS Kerja Mendingin
Data pada hari Selasa menunjukkan bahwa lapangan kerja di AS turun ke level terendah dalam lebih dari tiga tahun pada April 2024, menandakan berkurangnya ketatnya pasar tenaga kerja yang mendukung penurunan suku bunga Fed tahun ini. Imbal hasil Treasury AS merosot setelah laporan tersebut.
Tingkat lowongan kerja kembali menurun pada April dan mendorong jumlah lapangan kerja terbuka yang tersedia untuk setiap pengangguran turun menjadi 1,24 juta, yang merupakan level terendah sejak Juni 2021. Kini, angka tersebut sudah kembali normal. seperti pada tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19.
3. Inflasi AS Melandai
Inflasi AS terpantau melandai pada April 2024 menjadi 3,4% year on year/yoy dari yang sebelumnya berada di level 3,5% yoy.
Secara bulanan, inflasi AS ada di angka 0,3% pada April 2024, atau melandai dibandingkan Maret yang tercatat 0,4%.
Inflasi inti di luar harga energi dan pangan melandai ke 3,6% (yoy) pada April 2024, dari 3,8% (yoy) pada Maret 2024. Secara bulanan, inflasi inti melandai ke 0,3% pada April 2024 dari 0,4% pada Maret 2024.
3. Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Data AS yang telah keluar hingga saat ini justru meningkatkan peluang bank sentral AS (The Fed) untuk memangkas suku bunganya di tahun ini sebanyak dua kali, yakni pada September dan Desember 2024 dengan total pemangkasan 50 basis poin (bps) berdasarkan survei CME FedWatch Tool.
![]() Sumber: CME FedWatch Tool |
Ekspektasi penurunan suku bunga meningkat mengingat data ekonomi AS menunjukkan pendinginan.
4. Wait and See Data NFP
Pada Jumat (7/6/2024), data pekerjaan non-farm payrolls(NFP) pada Mei yang akan dirilis dan menjadi hal yang ditunggu pelaku pasar.
Pemberi kerja diperkirakan menambah 190.000 pekerjaan pada Mei. Hal ini terjadi setelah laporan April menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja melambat lebih dari yang diperkirakan, dengan penambahan 175.000 lapangan kerja. Paling sedikit dalam enam bulan.
Saat ini pelaku pasar sedang menunggu apakah hasilnya lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan ekspektasi dan data sebelumnya.
Global Markets Economist di Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto mengungkapkan bahwa aksi ambil untung pelaku pasar untuk mengambil langkah aman di pasar keuangan domestik menjelang berbagai rilis data utama AS, seperti data tenaga kerja, inflasi, dan rapat The Fed memberikan tekanan bagi nilai tukar rupiah.
Mata uang Asia bergerak beragam pada hari ini. Rupee India menguat tajam menyambut kemenangan kembali Narendra Modi sebagai Perdana Menteri India. Sebaliknya, yen ambruk.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)