Rupiah Masih Keok dari Dolar AS, Bagaimana Nasib Hari Ini?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
Selasa, 05/03/2024 08:07 WIB
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih terus melemah di hadapan dolar AS lantaran sikap pasar yang masih wait and see data terutama dari eksternal seperti AS dan China, serta masih ada tekanan outflow yang menekan pasar keuangan RI. 

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,25% di angka Rp15.735/US$ pada perdagangan kemarin, Senin (4/3/2024). Depresiasi ini berbanding terbalik dengan penguatan yang terjadi kemarin (1/3/2024) sebesar 0,1%.


Pasar keuangan masih tertekan lantaran ada outflow atau aliran dana asing yang maish cukup deras. 

Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa investor asing tercatat melakukan jual neto Rp 2 triliun terdiri dari jual neto Rp 0,82 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 2,64 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 1,46 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) berdasarkan data transaksi 26-29 Februari 2024.

Sementara itu investor juga tampak memiliki pandangan konservatif terhadap kondisi aman, di mana wait and see adalah jalan yang dipilih.

Sikap tidak mau ambil risiko oleh para pelaku pasar karena menanti rilis data ekonomi dua negara dengan ekonomi terbesar yakni Amerika Serikat dan China.

Jerome Powell akan menjadi orang yang paling disorot di muka bumi pekan ini. Bahkan sorotannya bisa jadi mengalahkan konser megah Taylor Swift di Singapura, terutama oleh para pelaku pasar.

Pasalnya, pernyataan sang Chairman Federal Reserve atau The Fed dinantikan sebagai sinyal atas kebijakan suku bunga selanjutnya.

Suku bunga acuan di Amerika Serikat berada pada angka 5,50%. Para pengambil kebijakan di The Fed menilai bahwa tingkat suku bunga kebijakan kemungkinan besar akan berada pada titik puncaknya dalam siklus pengetatan ini.

Meskipun demikian secara umum menyatakan bahwa mereka tidak memperkirakan akan tepat untuk menurunkan suku bunga tersebut sampai mereka memperoleh keyakinan yang lebih besar bahwa inflasi akan bergerak secara berkelanjutan menuju angka 2%.

Di sisi lain, investor juga menantikan data dari China. Sebab, China adalah mitra dagang paling erat dengan Indonesia.

Ada kabar baik dari proyeksi inflasi dan neraca dagang China. Inflasi tahunan China diperkirakan akan tumbuh sebesar 0,4% yoy. Angka tersebut lebih baik ketimbang deflasi pada Januari sebesar 0,8% yoy. Sementara inflasi bulanan diperkirakan tumbuh 0,5% mom.

Sementara dari China akan rilis data mengenai neraca perdagangan pada 7 Januari 2024. Berdasarkan konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics, neraca dagang China diperkirakan melonjak ke US$107 miliar pada Februari.

Ekspor China tumbuh 2,5%, lebih ekspansif dari periode sebelumnya yakni 2,3%. Impor China pada periode Januari-Februari diperkirakan tumbuh 2%, lebih tinggi dari periode sebelumnya yakni 0,2%.

Teknikal Rupiah 

Secara teknikal dalam basis waktu per jam, rupiah masih dalam tren pelemahan-nya, terdekat masih potensi menguji pelemahan lanjutan ke resistance di Rp15.745/US$. Nilai ini didapatkan dari horizontal line berdasarkan high candle intraday pada 6 Februari 2024 lalu. 

Kendati begitu, pelaku pasar perlu mencermati support terdekat di Rp15.705/US$ yang didapatkan dari garis rata-rata selama 50 jam atau moving average/MA 50 sebagai target penguatan jika ada pembalikan arah. 

Foto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH


(tsn/tsn)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS