Minyak Memanas, Pesawat Ukraina Serang Terminal Minyak Rusia

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
Selasa, 23/01/2024 08:22 WIB
Foto: Ilustrasi Kilang Minyak (AP/Eric Gay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak bergerak lebih rendah pada perdagangan pagi hari ini, setelah lonjakan 2% pada perdagangan sebelumnya karena gangguan pasokan di Rusia dan Amerika Serikat (AS).

Pada pembukaan perdagangan hari ini Selasa (23/1/2024), harga minyak mentah WTI dibuka melemah 0,68% di posisi US$74,68 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent dibuka lebih rendah atau turun 0,15% di posisi US$79,94.


Pada perdagangan Senin (22/1/2024), harga minyak mentah WTI ditutup menguat 2,42% di posisi US$75,19 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent naik 1,91% ke posisi US$80,06 per barel.

Harga minyak naik sekitar 2% pada perdagangan Senin di tengah kekhawatiran atas pasokan energi global menyusul serangan pesawat tak berawak Ukraina terhadap terminal bahan bakar Novatek Rusia, serta cuaca dingin ekstrem terus menghambat produksi minyak mentah AS.

"Akhirnya ada kekhawatiran di pasar mengenai gangguan pasokan yang sebenarnya," ujar John Kilduff, mitra di Again Capital LLC, mengutip serangan pesawat tak berawak yang membuat sebagian terminal Novatek terhenti.

Cuaca dingin yang parah di seluruh AS membatasi produksi minyak mentah di North Dakota, serta menghambat produksi di negara bagian lain, menurut Phil Flynn, analis Price Future Group.

Lebih dari 20% produksi di negara bagian penghasil minyak terbesar ketiga itu tetap ditutup pada hari Senin setelah berkurang setengahnya pada minggu lalu karena cuaca dingin yang ekstrim dan tantangan operasional, menurut otoritas pipa North Dakota.

Flynn menambahkan bahwa pasar saham terus menguat, menunjukkan permintaan yang lebih besar dalam beberapa bulan mendatang.

"Pesimisme terhadap perekonomian akan hilang," ucapnya.

Sementara itu, tidak ada tanda-tanda akan berhentinya serangan Israel di Gaza, sementara serangan oleh kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah terus berlanjut meskipun ada tindakan balasan dari AS.

Namun, fundamental minyak dapat terus menyeret harga, menurut analis IG Tony Sycamore.

Adapun produksi minyak lebih tinggi sedangkan prospek pertumbuhan di China dan Eropa beragam dan data minggu ini diperkirakan menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS telah melambat secara signifikan, menurut Sycamore, dilansir dari Reuters.

"Investor ingin bullish, namun data yang lemah dan narasi yang hati-hati dari para pengambil kebijakan membuat mereka tetap berada dalam posisi yang tidak menguntungkan," ujar Tamas Varga dari broker minyak PVM.

Perkiraan pertumbuhan permintaan terbaru oleh Administrasi Informasi Energi AS, Badan Energi Internasional dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak untuk tahun 2024 berkisar antara 1,24 juta dan 2,25 juta barel per hari, meskipun ketiga organisasi tersebut memperkirakan pertumbuhan permintaan akan melambat pada tahun 2025.

Adapun, produksi di ladang minyak Sharara Libya dilanjutkan pada hari Minggu, menurut perusahaan minyak negara NOC, setelah pengunjuk rasa mengakhiri aksi duduk yang menghentikan produksi sejak awal Januari.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(saw/saw)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel Bikin Harga Komoditas Naik, RI Diuntungkan?