Pasar Minyak China Lemas, Harga Minyak Bikin Cemas

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
22 January 2024 09:03
FILE PHOTO: Oil tanks are seen at an oil warehouse at Yangshan port in Shanghai, China March 14, 2018. REUTERS/Aly Song/File Photo
Foto: REUTERS/Aly Song

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak bergerak bervariasi pada perdagangan pagi hari ini, setelah penurunan pada perdagangan sebelumnya karena kekhawatiran permintaan minyak dari China yang diprediksi melemah.

Pada pembukaan perdagangan hari ini Senin (22/1/2024), harga minyak mentah WTI dibuka stagnan di posisi US$73,41 per barel, sementara harga minyak mentah brent dibuka menguat 0,42% di posisi US$78,89.

Pada perdagangan Jumat (19/1/2024), harga minyak mentah WTI ditutup melemah 0,90% di posisi US$73,41 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent turun 0,68% ke posisi US$78,56 per barel.

Harga minyak ditutup sedikit lebih rendah pada perdagangan Jumat namun masih mencatat kenaikan mingguan pada pekan kemarin karena ketegangan di Timur Tengah dan gangguan terhadap produksi minyak mengimbangi kekhawatiran terhadap perekonomian China dan global.

Dari China, pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan pada kuartal keempat menimbulkan keraguan terhadap perkiraan bahwa permintaan di sana akan mendorong pertumbuhan minyak global pada 2024.

Dari Timur Tengah, risiko geopolitik masih dapat mendukung harga minyak.

Pada hari Jumat, ketegangan meningkat di Gaza ketika pasukan Israel bergerak ke selatan melawan militan Hamas. Sementara pada awal minggu ini, AS melancarkan serangan baru terhadap rudal anti kapal Houthi yang ditujukan ke Laut Merah.

Meskipun konflik di Timur Tengah tidak menghentikan produksi minyak, pemadaman pasokan terus terjadi di Libya.

Dalam perkembangan lain, di AS, sekitar 30% produksi minyak di North Dakota, negara bagian penghasil minyak terbesar ketiga di negara itu, tetap ditutup karena suhu dingin yang ekstrim, menurut otoritas pipa negara bagian tersebut pada hari Jumat.

Produksi telah dipotong sekitar 700.000 barel per hari, atau lebih dari setengahnya, pada pertengahan minggu.

Diperlukan waktu satu bulan agar produksi kembali ke tingkat normal, kata regulator negara bagian pada hari Jumat.

"Gangguan pasokan tetap menjadi risiko positif namun juga ada risiko negatifnya, termasuk perekonomian global," ujar Craig Erlam, analis di broker OANDA, dilansir dari Reuters.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Setelah Naik Tinggi, Harga Minya WTI & Brent Hari Ini Turun Tipis

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular