Seperti Mata Uang Lain, Nasib Rupiah Tergantung AS

Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
04 October 2023 14:25
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peluang penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan sangat bergantung pada keputusan Federal Reserve alias the Fed dalam meredakan laju inflasi.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto mengungkapkan pembalikan rupiah tetap terbuka ke depannya dan ini akan bergantung pada kondisi global.

"Pada dasarnya secara fundamental ekonomi Indonesia masih positif. Apabila sentimen globalnya berubah ke arah yang lebih kondusif maka tentu kemungkinan itu tetap terbuka," tegas Edi kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/10/2023).

Dengan demikian, pasar saat ini tidak perlu khawatir. Pasalnya, dia akan memastikan untuk tetap mengawal rupiah di pasar. Hari ini, kata Edi, BI turun ke pasar untuk membeli SBN guna memberikan sentimen positif ke pasar.

"Hari ini kami mulai masuk pasar (beli) SBN utk membangun confidence pelaku pasar SBN khususnya investor asing," ungkap Edi.

"Tentu masuk pasar di spot dan DNDF tetap dilakukan untuk menenangkan pasar," lanjutnya.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro mengungkapkan peluang rebound rupiah akan bergantung pada pernyataan the Fed soal inflasi dan target Fed Fund Rate.

"Kalau inflasi masih tinggi, tekanan penguatan USD juga masih besar," paparnya.

Dalam kondisi ini, dia berharap BI dan pemerintah bisa terus berkolaborasi menjaga likuiditas. Adapun, devisa hasil ekspor atau DHE harus dipastikan benar-benar masuk di pasar Indonesia. Kedua, perlu ada percepatan belanja pemerintah di kuartal IV ini. Andry menilai belanja pemerintah akan membantu tambahan likuiditas di domestik.

Ekonom CIMB Niaga Mika Martumpal mengatakan penguatan dolar AS bisa mereda di akhir tahun. Dengan catatan, kondisi nada kebijakan the Fed berubah menjadi 'less hawkish' setelah FOMC di bulan November. Seperti diketahui, pasar memperkirakan the Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sekali lagi pada November mendatang menjadi 5,50% - 5.75%.

"Apabila di meeting November atau Desember gitu ya, Fed tone-nya berubah agak less hawkish maka kemungkinan dolarnya bisa turun di akhir tahun. Jadi menurut saya kita masih benar-benar menunggu data by data," ujarnya.

Mika melihat faktor pendorong nilai tukar AS yang menguat terhadap mata uang global lebih disebabkan oleh selisih suku bunga jangka pendek, yakni Fed Fund Rate dan suku bunga jangka menegah panjang yang tergambar di US Treasury yield.

"Spreadnya itu semakin lebar, artinya lebih menjadi menarik daya tarik dari aset, yakni aset utang depositan dalam mata uang dolar relatif terhadap mata uang negara lain. Saya pikir ini yang menjadi satu pendorong dari menguatnya nilai tukar USD," ungkapnya.

Adapun ekonomi Indonesia, kata Mika, cukup bagus. Bahkan, dari sisi inflasi, levelnya sudah berada di dalam sasaran BI.

"Tekanan inflasi saat ini sudah turun ke dalam target BI, artinya sebenarnya di satu sisi kita membutuhkan kebijakan moneter yang akomodatif di dalam negeri," tegas Mika.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular