Analisa Penyebab Dolar Tembus Rp 15.600, Sampai Kapan?

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
04 October 2023 12:32
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih mengalami pelemahan pada hari ini, Rabu (4/10/2023). Pada perdagangan pagi ini, rupiah bergerak melemah dan sempat menyentuh level Rp 15.630 per dolar AS.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti mengungkapkan pelemahan yang terjadi terhadap kurs rupiah masih disebabkan memburuknya sentimen pelaku pasar keuangan terhadap kondisi perekonomian di AS.

Terutama yang diperoleh dari pernyataan anggota dewan gubernur Bank Sentral AS The Federal Reserve yang mengindikasikan tekanan terhadap perekonomian AS masih sangat besar.

"Tiap kita dengar pernyataan dari member Bank Sentral mereka itu langsung swing market gede sekali," kata Destry di Hotel Four Seasons, Jakarta, Rabu (4/10/2023).

Pejabat the Fed selama ini bebas sekali memberikan pandangannya. Hal ini menimbulkan ketidakpastian yang mempengaruhi ekonomi AS dan global.

"Misalnya market ketika kemarin oke. The Fed expect kenaikan 1 lagi di bulan November, mereka sudah expect dan dari board meeting mereka sudah disampaikan kita mulai lebih harus dovish karena ekonomi mulai trending down," kata Destry.

Pernyataan ini dibaca bahwa kebijakan moneter the Fed mulai 'less hawkish'. Namun, pejabat the Fed tiba-tiba menyampaikan bahwa inflasi masih tetap tinggi di atas. Melihat kondisi ini, the Fed masih harus pertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama.

Pernyataan ini membuat pasar hebok dan panik. Kondisi ini ditambah dengan kenaikan FFR sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Tingkat ini akan setara dengan suku bunga BI di 5,75%.

Alhasil, indeks dolar AS (DXY) naik dan imbal hasil SBN RI untuk 10 tahun naik hingga 4,7 poin menjadi 7,01%, tertinggi sejak 2007.

"Apa yang terjadi market kita ikut bergerak bond yield mulai naik, rupiah kita mulai tertekan," tegas Destry.

BI masih melihat fundamental ekonomi Indonesia relatif kuat dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5% dalam 7 kuartal beruntun. Padahal, negara-negara lain mulai mengalami tekanan. Hal ini menjadi salah satu kepercayaan bagi BI terhadap pergerakan stabilitas nilai tukar.

"Pada dasarnya secara fundamental ekonomi Indonesia masih positif. Apabila sentimen globalnya berubah ke arah yang lebih kondusif maka tentu kemungkinan itu tetap terbuka," tegas Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/10/2023).

Saat ini, dia memastikan BI tetap mengawal rupiah di pasar. Hari ini, kata Edi, BI turun ke pasar untuk membeli SBN guna memberikan sentimen positif ke pasar.

"Hari ini kami mulai masuk pasar (beli) SBN untuk membangun confidence pelaku pasar SBN khususnya investor asing," ungkap Edi.

"Tentu masuk pasar di spot dan DNDF tetap dilakukan untuk menenangkan pasar," lanjutnya.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro menilai pembalikan rupiah semua tergantung pada pernyataan the Fed ke depan, terutama terkait dengan inflasi dan target Fed Fund Rate.

"kalo inflasi AS masih tinggi, tekanan penguatan USD juga masih besar," ungkapnya saat dihubungi CNBC Indonesia.

Adapun, dalam kondisi saat ini, Andry melihat BI dan pemerintah perlu terus menjaga likuiditas di pasar domestik. Dalam hal likuiditas valas, dia menegaskan kedua pihak perlu memastikan DHE benar-benar masuk. Untuk likuiditas rupiah, dia berharap ada percepatan belanja Pemerintah di kuartal IV ini.

"Belanja pemerintah ini akan membantu tambahan likuiditas di domestik," kata Andry.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Perkasa di Level Rp16.245, BI: Efek Libur Panjang!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular