
Harga Batu Bara Naik 6 Hari Beruntun, Anteng di Atas US$ 150

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus melanjutkan penguatan selama enam hari beruntun, hingga menembus dan bertahan di atas level psikologis US$ 150 per ton. Penguatan terjadi justru di tengah banyak kabar buruk, seperti berakhirnya musim panas China, peningkatan stok India, dan pasokan energi Eropa yang mencapai tertinggi sepanjang tahun.
Tren penurunan terlihat pada batu bara dengan kalori rendah sebagai produk andalan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh China dan India yang telah aktif membeli batu bara menjadikannya memiliki cadangan tinggi.
Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak September ditutup di posisi US$ 153,50 per ton. Harganya naik 1,32%. Posisi penutupan kemarin adalah yang tertinggi sejak 3 Juli 2023 atau dalam sebulan lebih.
Sejak awal Agustus, harga batu bara telah melesat 10,5% dari US$138,85.
Sentimen utama pasar batu bara global datang dari aktivitas perdagangan di pasar batubara termal Asia yang diperkirakan akan kembali melemah minggu ini. Pasar diproyeksi akan cenderung wait and see karena pembeli sedang menunggu kabar positif yang lebih kuat.
Sementara itu, perusahaan tambang Indonesia sebagai eksportir batu bara terbesar, harus rela menambah ongkos dengan biaya produksi yang tinggi dan royalti yang tinggi. Hal ini diperkirakan menjadi faktor penambang dalam negeri menahan diri dari perdagangan di pasar spot.
Indonesia merupakan negara pemasok utama batu bara global sehingga perkembangan di Indonesia akan berpengaruh terhadap pergerakan harga. Saat tambang menahan perdagangan di pasar spot, artinya sisi persediaan mengalami keterbatasan. Dengan demikian, faktor tersebut diharapkan bisa mendongkrak harga batu bara.
Ketersediaan kargo spot di wilayah Kalimantan bagian tengah dan timur juga mengalami tekanan karena rendahnya permukaan air mengganggu laju tongkang. Hal ini menyebabkan penundaan pemuatan kargo. Faktor ini bisa membuat pasokan terganggu sehingga harga batu bara terus meningkat.
Namun, kenaikan harga batu bara tidak terjadi pada batu bara dengan kalori rendah atau yang tergolong dalam ICI 2-4. Ketiga indeks batu bara ini terpantau berada di bawah US$90 per ton, tepatnya berada di US$87,02 per ton, US$ 71,53 dan US$ 51,09.
Bahkan, harga batubara kalori rendah (3400 GAR) turun menjadi US$ 31,27 per ton, Melansir Coal Mint. Pelemahan disinyalir akibat pasar Asia yang dipimpin oleh China mengalami pelemahan permintaan listrik dan aktivitas industri yang mengalami penurunan.
Berakhirnya musim panas Cina membuat permintaan listrik di negara itu melemah. Selain itu, harapan bahwa topan akan meningkatkan harga batu bara domestik belum terwujud.
Dari sisi persediaan, batu bara di pabrik-pabrik China memiliki pasokan cukup tinggi. Semula mereka menimbun pasokan karena ada kekhawatiran pasokan yang timbul akibat angin topan.
Dengan pasokan yang menumpuk Negeri Tirai Bambu diperkirakan akan membukukan permintaan yang lebih lemah pada September-Oktober. Melemahnya permintaan juga seiring meredanya permintaan listrik setelah akhir musim panas.
Beralih ke pasar India, permintaan terpantau juga mengalami penurunan di tengah penurunan posisi cadangan batu bara. Hal ini diperkirakan India akan beralih ke pasar spot untuk memesan kargo pemuatan September dan Oktober.
Namun, perbaikan masih belum terlihat untuk Agustus. Harga di pelabuhan turun sedikit sedangkan batu bara termal 4.200 GAR di pelabuhan Kandla mencatat penurunan INR 100 per ton menjadi INR 5.700. Harga sebagian besar tetap stabil karena rendahnya minat beli.
Dari Eropa, kenaikan harga gas sempat terjadi beberapa hari lalu sebagai akibat adanya pemogokan pekerja gas cair (Liquified Natural Gas/LNG) Australia. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) harus kembali terkoreksi, setelah lonjakan tinggi beberapa hari sebelumnya. Harga gas terkoreksi 2,45% ke 34,43 euro per mega-watt hour (MWh).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sudah Dibantu Badai di China, Harga Batu Bara Tetap Jeblok