
Harga CPO Turun Pasca Menguat 2 Hari Beruntun, Gegara China?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange terpantau terkoreksi di sesi awal perdagangan awal pekan Selasa (18/7/2023) mematahkan penguatan dua hari beruntun sejak perdagangan pekan lalu.
Melansir Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan terpantau terkoreksi 0,25% ke posisi MYR 3.920 per ton pada pukul 08:00 WIB. Meskipun turun, harganya masih berada di level 3.900.
Pada perdagangan awal pekan, Senin (17/7/2023) harga CPO berakhir menguat 1,26% ke posisi MYR 3.930 per ton. Dengan ini secara bulanan harga CPO tercatat mengalami penguatan 3,72%, namun secara tahunan masih mengalami koreksi mencapai 5,85%.
Penurunan harga CPO terjadi karena pelaku pasar cenderung ambil untung (profit taking) setelah harganya menguat dua hari beruntun sejak perdagangan Jumat pekan lalu. Penurunan ini juga terjadi di tengah lonjakan ekspor Juli sejauh ini mengangkat pasar.
Namun, harga CPO diperdagangkan sideways pada sinyal data yang bertentangan - ekspor yang lebih tinggi, ringgit yang lebih kuat dan minyak nabati terkait tanpa arah di bursa Dalian. Ini diungkapkan oleh Sathia Varqa, salah satu pendiri Palm Oil Analytics yang berbasis di Singapura.
Untuk diketahui, berdasarkan data perusahaan inspeksi independen AmSpec Agri Malaysia ekspor produk minyak sawit Malaysia untuk 1-15 Juli naik 16,7% dari minggu yang sama pada Juni, sementara berdasarkan data surveyor kargo Intertek Testing Services lainnya mengatakan ekspor naik 19,3%.
Indonesia tidak memiliki rencana untuk mengubah peraturan yang mewajibkan eksportir minyak sawit menjual sebagian dari produksi mereka ke pasar domestik, kata seorang pejabat senior pada hari Senin, saat negara tersebut bersiap untuk implementasi penuh program B35 secara nasional.
Malaysia telah mempertahankan pajak ekspor Agustus untuk minyak sawit mentah sebesar 8% dan menaikkan harga acuannya, sebuah surat edaran di situs Dewan Minyak Sawit Malaysia menunjukkan pada hari Jumat.
Dari sisi minyak saingannya, kontrak soyoil teraktif Dalian DBYcv1 turun 1,04%, sementara kontrak minyak sawit DCPcv1 naik 0,2%. Harga Soyoil di Chicago Board of Trade BOcv1 naik 1,4%.
Minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait karena mereka bersaing untuk mendapat bagian di pasar minyak nabati global.
Di sisi lain, kekhawatiran juga datang dari ekonomi China. Wajar saja, data indikator ekonomi yang sudah rilis tak satupun membahagiakan.
China merupakan konsumen CPO dunia terbesar setelah India. Bahkan, jika melansir data dari UN Comtrade, China merupakan konsumen terbesar kedua untuk CPO Indonesia pada periode 2016-2020, di mana kontribusi impornya sebanyak 14% dari total impor CPO Indonesia.
Maka dari itu, jeleknya ekonomi China membawa angin negatif tentunya terhadap permintaan CPO dari dalam negeri.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum) Next Article Sentimen Buruk dari China Terlalu Kencang, Harga CPO Ambruk
