Kabar dari Amerika Disambut Gembira Dunia, Ayo Pesta Lagi!
- IHSG mampu mencatatkan kenaikan selama tiga hari beruntun dan kembali menyentuh level 6.800. Target resisten selanjutnya ada di 6.900 sementara rupiah makin perkasa
- Inflasi AS yang menyentuh 3% menjadi modal utama untuk pergerakan bursa domestik hari ini.
- Ambruknya harga batu bara serta data neraca dagang China bisa merusak pasar keuangan RI hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergairah pada perdagangan kemarin, Rabu (12/7/2023). Pasar saham dan rupiah sama-sama mencatatkan kinerja positif.
Pasar keuangan RI diperkirakan kembali menguat pada perdagangan hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar apa saja hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona hijau. Hingga akhir perdagangan kemarin, IHSG naik 0,17% ke posisi 6.808,209. Akhirnya, IHSG kembali menyentuh level psikologis 6.800, di mana IHSG terakhir menyentuh level psikologis ini pada perdagangan 10 Mei lalu.
Secara sektoral, sektor properti menjadi market movers paling besar IHSG pada hari ini, yakni sebesar 0,97%. Selain itu, beberapa saham turut menjadi pendorong IHSG, sehingga indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut berhasil menguat.
Saham perbankan raksasa mendapat giliran menjadi leader IHSG. Adapun saham bank raksasa tersebut yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
Saham BBCA menjadi leader IHSG paling besar yakni mencapai 9,96 indeks poin. Sedangkan saham BBRI sebesar 2,7 indeks poin, dan saham BMRI sebesar 2,4 indeks poin.
Sementara itu, rupiah mampu menaklukkan dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Refinitiv, penutupan perdagangan Rabu (12/7/2023) menguat 0,40% menuju angka Rp 15.075/US$.
Penguatan ini memperpanjang tren positif rupiah yang juga menguat 0,36% terhadap dolar AS pada perdagangan sebelumnya. Perkasanya Rupiah pada penutupan perdagangan hari ini tak lepas dari pengaruh ekspektasi inflasi AS yang diproyeksi akan melandai.
Selain dari faktor eksternal, faktor internal pun menjadi faktor pendorong rupiah. Indikator ekonomi Indonesia yang masih solid, ditandai dengan optimisnya pertumbuhan ekonomi domestik di tengah gonjang-ganjing ekonomi global, menjadi daya tarik tersendiri bagi pasar agar dapat berinvestasi di Indonesia.
Selain itu, suku bunga yang lebih tinggi dari AS, yakni 5,75%, berimplikasi terhadap yield dari Surat Utang Negara (SUN) yang ikut mengalami kenaikan.
Total penawaran yang diterima pemerintah pada lelang kemarin mencapai Rp 47,79 triliun. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan penawaran pada lelang sebelumnya yang mencapai Rp 37,56 triliun.
Surat utang seri benchmark tenor 5 dan 10 tahun sangat diminati investor dengan penawaran Rp 29,93 triliun atau 56,53% dari total penawaran.
Tawaran yang datang dari investor asing juga meningkat tajam menjadi Rp 9,66 triliun pada lelang kemarin dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 5,93 triliun.
Sebagian besar penawaran diketahui berasal dari asing untuk seri SUN jangka panjang 10 dan 15 tahun. Meningkatnya permintaan dari asing berarti juga dana asing masuk yang meningkat sehingga rupiah ikut menguat.
(ras/ras)