Rupiah Tiba-tiba Remuk, Biang Keroknya Ternyata Negara Ini!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
12 July 2023 08:55
FILE PHOTO: An Indonesia Rupiah note is seen in this picture illustration June 2, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Thomas White

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren penguatan nilai tukar rupiah tiba-tiba berhenti beberapa waktu lalu. Sempat dolar Amerika Serikat (AS) menyentuh level Rp14.600 pada Mei 2023, kini terus melemah hingga sampai ke Rp15.200.

Ini cukup menjeadi perhatian serius, mengingat situasi dalam negeri tampak baik. Diukur dari pertumbuhan ekonomi yang positif, inflasi yang kembali menurun, dan transaksi berjalan surplus.

Lalu apa penyebabnya?

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto mengungkapkan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS, bersamaan juga dengan mata uang negara Asia lainnya, kecuali baht Thailand dan rupee India.

Penyebab rupiah yang melemah selama berhari-hari tersebut, kata Edi disebabkan adanya fakor eksternal yang berasal dari AS dan China. Sementara dari faktor internal juga adanya outflow atau keluarnya modal asing dari pasar keuangan tanah air.

Edi merinci, sentimen Bank Sentral AS atau The Federal Reserve diperkirakan masih akan hawkish, dan diperkirakan masih akan naik hingga akhir tahun 2023. Ditambah perkembangan data ekonomi di Uni Eropa yang sudah mengalami resesi pada kuartal I-2023 dan ekonomi China yang belum pulih pasca pandemi Covid-19.

"Hal tersebut mendorong pelaku pasar cenderung melakukan langkah risk off, di mana preferensi investor asing untuk memegang aset dalam dolar AS mengalami peningkatan," jelas Edi kepada CNBC Indonesia kemarin, dikutip Selasa (11/7/2023).

Seperti diketahui, pada kuartal I-2023, ekonomi Eropa sudah terkontraksi 0,1% (quartal to quartal/qtq). Perekonomian di Benua Biru ini sudah mengalami resesi dan masih akan dibayangi oleh 'momok seram' bernama inflasi.

Adapun China mencatatkan pertumbuhan domestik bruto (PDB) sebesar 4,5% pada kuartal I-2023. Angka itu melebihi perkiraan para ekonom, yakni 4%.

Pelemahan rupiah, kata Edi juga disebabkan karena adanya faktor internal, karena banyak investor asing yang menarik diri dari pasar keuangan domestik. Pembayaran deviden dan utang luar negeri juga menjadi salah satu faktor. "Di mana sebelumnya inflow asing di pasar SBN relatif lumayan besar, dengan adanya sentimen di atas, menyebabkan investor asing melakukan koreksi atau outflow agak besar dalam tiga sampai empat hari terakhir," tutur Edi.

"Sehingga menyebabkan rupiah melemah cukup signifikan dalam kurun waktu tersebut. Mudah-mudahan koreksinya hanya bersifat temporer," kata Edi lagi.

Ekonom Senior sekaligus Menteri Keuangan (periode 2013-2014) Muhamad Chatib Basri menambahkan, nilai tukar rupiah ada kaitannya dengan nilai transaksi perdagangan internasional.

"Kalau terms of trade naik maka nilai tukar rupiahnya ke dolar akan turun akan apresiasi. Sebaliknya kalau terms of tradenya turun rupiah per dolar naik berarti depresiasi," jelas Chatib.

"Jadi, kalau kita lihat term of trade turun, karena harga komoditas turun tercermin dari trade balance melemah. Maka ada kemungkinan nilai tukar melemah," kata Chatib lagi.

Seperti diketahui, surplus transaksi perdagangan Indonesia dalam tiga bulan terakhir telah mengalami penyusutan karena adanya penurunan harga komoditas.

Data BPS mencatat, pada Mei 2023 surplus transaksi perdagangan Indonesia sebesar US$ 0,44 miliar, lebih rendah dibandingkan surplus pada April 2023 yang mencapai US$ 3,94 miliar, dan lebih rendah dari surplus pada Maret 2023 yang sebesar US$ 2,91 miliar.

Di sisi lain kata Chatib fundamental ekonomi Indonesia sangat bagus dibandingkan negara ASEAN lainnya, sehingga masih akan menarik bagi investor. Investasi yang masuk otomatis akan menguatkan nilai tukar rupiah.

"Di sisi lain differential growth kita dibanding negara ASEAN tetap paling kuat. Jadi Indonesia, investor akan tetap melirik, ketika orang masuk ke situ nilai tukar menguat," jelas Chatib.

Bagaimana perkiraan nilai tukar rupiah ke depan?

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti juga mengungkapkan, masih ada ruang penguatan rupiah ke depannya. Hal ini disampaikan saat melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR kemarin Senin (11/7/2023).

"BI masih melihat ruang apresiasi nilai tukar rupiah masih ada di tengah surplus transaksi berjalan," papar Destry.

"Kami perkirakan juga masuknya aliran modal asing seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat inflasi rendah dan imbal hasil aset keuangan domestik yang masih menarik," tambah Destry.

Destry pun menegaskan bahwa BI akan terus memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar melalui triple intervention dan operation twist.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular