Newsletter

'Gempa' Wall Street Bisa Menjalar ke Asia, RI Bisa Terguncang

Putra, CNBC Indonesia
07 July 2023 06:00
Janet Yellen. (Alex Wong/Getty Images)
Foto: Janet Yellen. (Alex Wong/Getty Images)

Pada perdagangan terakhir pekan ini, investor perlu mencermati sejumlah data dan agenda penting baik dari dalam ataupun luar negeri. 

Dari dalam negeri, rilis data cadangan devisa (cadev) per Juni 2023 akan turut menjadi perhatian investor.
Menurut estimasi ekonom, cadev RI akan turun tipis menjadi US$139,0 miliar pada Juni, dari bulan sebelumnya US$139,3 miliar.
Sebagai catatan, pada akhir Mei 2023 kembali turun sebesar US$ 4,9 miliar alias nyaris US$ 5 miliar menjadi US$ 139,3 miliar.

Secara umum, kondisi cadev RI masih tinggi. Bank Indonesia (BI) menilai cadev RI mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. 

Sebelumnya, lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023.

S&P sebelumnya merevisi ke atas outlook menjadi stabil dan mempertahankan peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia di level BBB pada 27 April 2022.

Di sisi lain, outlook stabil mencerminkan keyakinan S&P terhadap keberlanjutan pemulihan ekonomi Indonesia untuk dua tahun ke depan, yang akan mendukung kinerja fiskal dan stabilisasi utang.

S&P juga berpandangan positif terhadap level cadangan devisa yang kembali meningkat, setelah sempat menurun pada paruh kedua 2022, didukung oleh surplus neraca transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing.
Dalam outlook-nya, S&P berpandangan bahwa penurunan tekanan inflasi yang disertai dengan kenaikan belanja Pemerintah menjelang pemilu diperkirakan dapat mendorong peningkatan konsumsi swasta pada paruh kedua 2023.

Data tenaga kerja AS yang masih panas juga akan menjadi sentimen dari pelaku pasar. Angka pekerjaan sektor swasta meningkat sebesar 497.000 pada Juni, menurut data dari perusahaan penggajian ADP. Ini menjadi kenaikan bulanan terbesar sejak Juli 2022.

Peningkatan Juni lebih dari dua kali lipat perkiraan konsensus Dow Jones sebesar 220.000 keuntungan dan jauh lebih baik dari data 267.000 penambahan pekerjaan pada Mei.

Di satu sisi,penambahan tenaga kerja AS dalam jumlah besar adalah kabar baik buat ekonomi AS. Tenaga kerja AS yang masih kencang menandai jika ekonomi AS juga bergerak dalam trek positif dan bisa tumbuh lebih tinggi dibandingkan proyeksi.
Namun, di sisi lain, tenaga kerja AS yang masih kencang adalah kabar buruk bagi dunia dan suku bunga.  Tambahan tenaga kerja juga bisa menjadi sinyal jika inflasi AS masih akan kencang ke depan.
Dengan data tenaga kerja yang masih panas maka The Fed diproyeksi masih hawkish ke depan sehingga kenaikan suku bunga The Fed akan terealisasi.

AS-China Kisruh, Yellen Tiba di Beijing

Menteri Keuangan AS Janet Yellen tiba di Beijing, China, pada Kamis sore waktu setempat dengan tujuan menemukan pijakan ekonomi bersama dan membuka saluran komunikasi bilateral di tengah hubungan yang semakin bergejolak antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Bisa dibilang, ini akan menjadi ujian besar pertama dari kebijakan yang Yellen uraikan pada April, yakni soal membela dan mengamankan keamanan nasional AS tanpa berusaha menahan China secara ekonomi.

"Kedua belah pihak pada dasarnya sedang membicarakan, mencoba menemukan ruang strategis bagi kedua belah pihak untuk beroperasi, dan ini akan sangat baik untuk seluruh dunia," Andrew Sheng, seorang distinguished fellow di Institut Global Asia Universitas Hong Kong, kepada CNBC International, Kamis (6/7).

Kedatangan Yellen datang beberapa hari setelah China memberlakukan pembatasan ekspor dua logam yang sangat penting bagi industri teknologi utama, eskalasi teranyar dalam perang dagang yang meningkat tahun lalu seiring adanya kontrol ekspor AS pada peralatan semikonduktor dan pembuat chip.

AS juga mempertimbangkan pembatasan akses China ke komputasi awan (cloud-computing), menurut Wall Street Journal (WSJ), Senin (4/7).

"Hubungan belum membaik tetapi AS semakin menyadari - begitu juga Eropa - bahwa tingkat saling ketergantungan ekonomi dengan China sedemikian rupa sehingga pemisahan tidak mungkin dilakukan," kata Alicia Garcia Herrero, kepala ekonom Asia Pasifik di Natixis, dikutip BloombergNews, Kamis (6/7).

"Dengan kata lain, tidak ada jalan keluar melalui pintu belakang: diperlukan dialog," imbuh Alicia.

Kunjungan Yellen terlaksana usai Sekretaris Negara Antony Blinken menyambangi China pada bulan lalu dan menambah upaya lebih lanjut oleh pemerintahan Biden untuk terlibat kembali dengan saingan geopolitik utamanya tersebut di tengah prospek ekonomi global yang tidak pasti.

Sebelumnya, dalam pidato pada April, Yellen menekankan pentingnya keadilan dalam persaingan ekonomi AS dengan China.

Dia menguraikan tiga prioritas ekonomi untuk hubungan AS-Tiongkok, yakni mengamankan kepentingan keamanan nasional dan melindungi hak asasi manusia (HAM), mendorong pertumbuhan yang saling menguntungkan, dan bekerja sama dalam tantangan global, seperti perubahan iklim dan kesulitan utang.

Seorang pejabat senior pemerintahan Biden mengatakan, pada Minggu (2/7), kunjungan Yellen akan menggarisbawahi tujuan di atas.

"Kita tidak berusaha untuk memisahkan ekonomi Kita," kata pejabat itu, dikutip CNBC International, Kamis (6/7). "Penghentian penuh perdagangan dan investasi akan mendestabilitasi baik bagi negara kita maupun ekonomi global," imbuhnya.

Selain soal kabar di atas, cum dividen sejumlah emiten juga akan ikut menjadi fokus investor pasar saham RI hari ini.

Adapun, data ketenagakerjaan AS, yakni non-farm payrolls (NFP), yang akan dirilis pada Jumat, pukul 19.30 waktu Indonesia, akan ditunggu-tunggu investor Wall Street.

(trp/trp)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular