
'Gempa' Wall Street Bisa Menjalar ke Asia, RI Bisa Terguncang

Bursa saham Amerika Serikat (AS) alias Wall Street kembali anjlok pada perdagangan Kamis (6/7/2023.
Bursa kebakaran setelah keluarnya data tenaga kerja AS kemarin. Data pekerjaan yang kuat membuat investor khawatir jika The Fed akan kembali mengetatkan kebijakan moneter ke depan.
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup di posisi 33.922,26, atau jeblok 1,07%. Indeks S&P 500 jatuh 0,82% ke posisi 13.679,04 sementara indeks Nasdaq ambles 0,79% ke posisi 4.411,59.
Pelemahan kemarin memperpanjang derita bursa Wall Street yang juga berakhir di zona merah pada perdagangan Rabu pekan ini.
Angka pekerjaan sektor swasta meningkat sebesar 497.000 pada Juni, menurut data dari perusahaan penggajian ADP. Ini menjadi kenaikan bulanan terbesar sejak Juli 2022.
Peningkatan Juni lebih dari dua kali lipat perkiraan konsensus Dow Jones sebesar 220.000 keuntungan dan jauh lebih baik dari data 267.000 penambahan pekerjaan pada Mei.
Data ADP, yang seringkali tidak dapat diandalkan dan lebih fluktuatif daripada data pekerjaan lainnya, dipublikasikan menjelang laporan gaji resmi Juni pada Jumat waktu AS.
Ekonom yang disurvei Dow Jones mengestimasi, sebanyak 240.000 non-farm payrolls (NFP) ditambahkan pada bulan lalu, melambat dari 339.000 pekerjaan yang ditambahkan pada Mei.
Namun, investor sekarang tampaknya meramal angka NFP yang lebih 'panas' yang akan membuat The Fed melanjutkan kampanye kenaikan suku bunga bulan ini setelah jeda pada pertemuan Juni.
Investor memperkirakan sekitar 92% kemungkinan kenaikan pada pertemuan bank sentral akhir bulan ini, menurut alat FedWatch CME Group.
Di tengah merahnya Wall Street, saham JetBlue Airways tergelincir lebih dari 2% setelah perusahaan mengumumkan akan mengakhiri kemitraannya di timur laut AS dengan American Airlines untuk fokus pada Spirit Airlines. Sedangkan, saham American turun 1% dan Spirit menguat sebesar 2%.
Pelaku pasar Wall Street juga masih mencerna risalah hasil pertemuan kebijakan The Fed pada Juni, yang menunjukkan, sebagian besar pejabat akan mendukung lebih banyak kenaikan ke depan.
"Ketua The Fed Powell telah memperjelas, dia benar-benar berkomitmen untuk melihat target [inflasi] 2% ini tercapai, jadi, saya pikir itu cukup berarti, ini adalah soal kapan, bukan jika, sejauh menyangkut kenaikan suku bunga tambahan akhir tahun ini," kata Malcolm Ethridge dari CIC Wealth, dikutip CNBC International, Kamis (6/7).