OPEC+ Gonjang-Ganjing Gegara Arab Saudi, Ada Apa MBS?
Jakarta, CNBC Indonesia - Aliansi negara-negara pengekspor minyak, OPEC+, mengadakan pertemuan pada Minggu, (4/6/2023). Hal ini terjadi setelah keputusan Arab Saudi yang secara sepihak memotong produksinya.
Dalam pengumumannya, Menteri Energi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan bahwa pemotongan baru Arab Saudi sebesar satu juta barel per hari (bpd) akan diimplementasikan pada Juli mendatang. Namun, ia tak menutup kemungkinan bahwa hal ini akan diperpanjang.
Ini akan membuat total penurunan sukarela kerajaan itu menjadi 1,5 juta barel per hari selama periode itu. Sekaligus mengekang produksi Riyadh menjadi 9 juta barel.
Analis menuturkan bahwa keputusan Arab Saudi untuk memotong produksi minyak didorong oleh keinginan Riyadh menyeimbangkan anggarannya. Padahal, di sisi lain, anggota lain aliansi itu seperti Rusia ingin mempertahankan jumlah produksinya, menimbulkan negosiasi yang alot pada pertemuan Minggu itu.
"Mereka telah menunjukkan lagi bahwa mereka bekerja sama... Pada akhirnya, ini tentang apa yang mereka setujui," kata analis UBS, Giovanni Staunovo, kepada AFP, seraya menambahkan 'bagian penting adalah menunjukkan persatuan'.
Di sisi lain, analis Commerzbank mengatakan harga impas Arab Saudi untuk menyeimbangkan postur anggaran saat ini berada di US$ 80 per barel. Diketahui, Negeri Raja Salman itu sangat bergantung pada minyak untuk pendapatannya.
Dengan manuver ini, analis mengatakan harga minyak diperkirakan akan naik dalam jangka pendek menyusul langkah Riyadh, meskipun negara OPEC+ yang lain tetap sepakat tidak ada perubahan pada pemotongan produksi minyak yang direncanakan untuk tahun ini.
"Tanda tanya adalah sisi permintaan dari persamaan minyak. Jika tekanan inflasi yang berlarut-larut mengarah ke revisi penurunan permintaan minyak global, pengurangan pasokan mungkin dinetralkan," kata Tamas Varga, analis PVM Energy.
Sebelumnya, OPEC+ menyetujui penurunan 2 juta barel per hari pada Oktober. Kemudian, hal ini berlanjut kepada beberapa anggota yang mengumumkan beberapa penurunan sukarela lebih dari 1,6 juta barel per hari di bulan April.
Harga minyak pun sempat anjlok sekitar 10% sejak pemotongan April diumumkan. Minyak mentah Brent turun mendekati US$ 70 per barel, level terendah sejak Desember 2021.
Pedagang khawatir bahwa permintaan akan merosot, dengan kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi global karena Amerika Serikat (AS) berjuang melawan inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi, sementara rebound China pasca-Covid tersendat.
(sef/sef)