Ekonomi China Memburuk, Awas RI Ikut Terseret!
- Pasar keuangan Tanah Air pekan lalu mencatatkan kinerja yang mengecewakan. Indeks Harga Saham Gabungan dan mata uang Garuda terpantau babak belur terseret kabar utang Amerika Serikat (AS).
- Pekan ini, ada beragam sentimen dari dalam negeri maupun luar negeri yang patut dicermati para pelaku pasar.
- Pergerakan Wall Street, kabar utang dari AS, data Purchasing Managers Index (PMI), serta data ekonomi penting lainnya turut mewarnai pasar pekan ini.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja yang mengecewakan perdagangan pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau longsor meskipun hanya 3 hari perdagangan, sementara rupiah juga ikut babak belur sepekan lalu.
Dari sisi HSG pekan lalu tak sekalipun ditutup di zona hijau. IHSG terpantau merah sejak awal pekan. Pekan pertama Mei IHSG ditutup melemah tipis 0,05% di posisi 6633,26. Pelemahan tersebut memperpanjang derita IHSG yang mengalami koreksi beruntun sejak 25 Mei atau dalam lima hari perdagangan.
Posisi penutupan Rabu lalu juga menjadi yang terendah sejak 20 Maret tahun ini. Dengan ini dalam sebulan indeks sudah jatuh 3,35%, sementara secara tahunan indeks melemah 3,17%.
Pada perdagangan Rabu (31/5/2023) lalu, data pasar menunjukkan investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp 1,34 triliun di pasar reguler.
Ambruknya IHSG pada pekan lalu dan Mei disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian global akibat krisis plafon utang pemerintah Amerika Serikat (AS). Anjloknya harga batu bara juga ikut menekan IHSG bulan lalu.
Seperti diketahui, pembahasan utang AS menjadi fokus utama pelaku pasar sebulan terakhir.
Pembahasan utang terus berlarut-larut hingga mendekati batas waktu pada 5 Juni. Tanggal tersebut menjadi deadline bagi pemerintah AS sebelum terancam default.
Dewan Perwakilan AS akhirnya memutuskan untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU)Rancangan Undang-Undang (RUU)Tanggung Jawab Fiskal atau Fiscal Responsibility Act.
RUU tersebut memungkinkan pemerintahan Joe Biden menangguhkan plafon utang hingga Januari 2025.Namun, kesepakatan tercapai pada Rabu waktu AS atau jauh setelah bursa saham Indonesia mengakhiri perdagangan.Selain itu runtuhnya IHSG dipicu oleh amblesnya harga batu bara yang terpantau ambles 26,95% pada Mei. Koreksi ini menjadi yang terdalam sejak perdagangan Januari 2023.
Dari pasar keuangan lain, Rupiah juga turut mencatatkan kinerja yang mengecewakan. Mata uang Garuda terpantau tak berdaya melawan dolar Amerika Serikat (AS) Hingga perdagangan Rabu (31/5/2023), rupiah masih belum mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Sempat menembus ke atas Rp 15.000/US$, rupiah menutup perdagangan di Rp 14.985/US$, melemah 0,03% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dengan demikian sudah melemah enam hari beruntun. Sepanjang Mei, Mata Uang Garuda sudah merosot 2,2%.
Pelemahan rupiah terjadi akibat pembahasan pagu utang Amerika Serikat (AS) yang telah menunjukkan titik terang. Presiden Joe Biden dan Ketua DPR Partai Republik Kevin McCarthy sepakat untuk menaikkan pagu utang. Kini investor sedang menanti persetujuan dari Kongres, sehingga pagu utang AS resmi naik.
Sentimen ini menjadi berita positif untuk mata uang dolar AS. Kenaikan plafon utang menandakan potensi AS mengalami gagal bayar semakin mengecil. Sehingga, pelaku pasar kembali percaya dan dolar terapresiasi.
(aum/aum)