Lepas dari "Malapetaka" Ekonomi, AS Masih Terancam Resesi!
- Bursa utama di Wall Street tidak bergerak seragam. Dow Jones turun sementara S&P500 dan Nasdaq menguat tipis. Investor masih khawatir mengenai limit utang AS dan sikap The Fed terhadap suku bunga.
- Rilis data makro ekonomi Amerika Serikat menunjukkan hal positif. Akan tetapi hal ini diperkirakan menjadi "bensin" The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga pada pertemuan Juni.
- Manufaktur China diperkirakan terkontraksi. Oleh karena itu perlu diwaspadai karena memiliki pengaruh terhadap ekonomi Indonesia.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kepayahan, pasar saham dan nilai tukar terpantau melemah pada perdagangan Selasa (30/5/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan sesi perdagangan kemarin turun tajam 0,67% menjadi 6.636,42.
Koreksi IHSG hari ini memperpanjang tren pelemahan selama empat hari beruntun. Dengan demikian dalam lima hari perdagangan IHSG terkoreksi 1,39%. Selain itu, secara year to date (ytd) indeks membukukan koreksi sebesar 3,13%.
Saham energi terutama batubara yang membebani IHSG hari ini disebabkan karena masih lesunya harga acuan batubara hingga pekan lalu. Cuaca di Eropa dan Asia yang membaik, harga gas yang juga terkoreksi, dan lesunya permintaan di Eropa menjadi penyebab masih lesunya harga batubara dunia.
Sementara itu, rupiah ditutup melemah 0,11% menjadi Rp14.980/US$ di pasar spot, dengan demikian sudah melemah lima hari beruntun. Sepanjang Mei, Mata Uang Garuda sudah merosot 2,15%.
Pasar keuangan Indonesia terkoreksi meski ada kabar baik seputar pembahasan plafon utang AS, di mana pembahasan tersebut sudah mengalami kemajuan. Kabar terbaru menyebutkan bahwa Presiden AS Joe Biden telah mencapai kesepakatan dengan Ketua DPR Kevin McCarthy untuk menangguhkan plafon utang AS hingga 1 Januari 2025.
Investor juga akan memperhatikan kebijakan suku bunga yang akan diambil oleh The Fed. Meskipun data ekonomi AS menunjukkan tanda-tanda melemah, sebagian besar investor masih yakin bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 14 Juni mendatang. Hal ini sejalan dengan pandangan hawkish sebagian besar investor sebelum pengumuman FOMC terakhir.
Di sisi lain, pelaku pasar juga memperhatikan kondisi manufaktur China yang masih bertahan di level kontraksi, nampak dari Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur yang akan rilis besok Rabu (31/5/2023) dengan proyeksi masih di bawah angka 50.
Walaupun begitu, Bank Indonesia (BI) optimis stabilitas rupiah tetap terjaga berkat surplus transaksi berjalan dan ekspor yang kuat. Selain itu, aliran dana dari asing masih akan berlanjut sejalan dengan prospek ekonomi yang masih tumbuh positif dengan inflasi yang rendah dan prospek imbal hasil yang menarik.
(pap/pap)