Newsletter

Ada Kabar Gembira Dari Amerika, Sudah Waktunya Berpesta?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Selasa, 30/05/2023 05:59 WIB
Foto: Getty Images via AFP/DREW ANGERER
  • Ada kesepakatan yang terjalin antara presiden AS Biden dan McCarthy setelah diskusi alot yakni penundaan bayar utang hingga 1 Januari 2025
  • Rilis data ekonomi AS menunjukkan pelemahan akan tetapi investor tetap memandang The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Juni
  • Bursa saham AS sedang tutup sementara bursa Eropa bergerak positif merespon kesepakatan utang yang telah terjadi di Amerika Serikat

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan, saham dan nilai tukar, Indonesia mengawali pekan terakhir Mei 2023 dengan lesu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,09% menjadi 6.681,10 setelah sempat ambles hingga 1% lebih pada perdagangan sesi pertama.


Sektor energi jadi beban utama dengan pelemahan nyaris 3% dalam sehari. Harga saham batu bara RI telah ambruk sejak awal tahun mengikuti pelemahan harga batu bara global karena kondisi pasokan dan permintaan yang mulai kembali normal seperti sebelum perang antara Ukraina dan Rusia meletus.

Saham energi terutama batu bara yang membebani IHSG hari ini disebabkan karena masih lesunya harga batu bara acuan hingga pekan lalu.

Cuaca di Eropa dan Asia yang membaik, harga gas yang juga terkoreksi, dan lesunya permintaan di Eropa menjadi penyebab masih lesunya harga batu bara dunia.

Saat ini harga batu bara berada di level US$ 140/ton turun signifikan dari harga tertinggi awal September tahun lalu yang mencapai US$ 464/ton.

Mayoritas saham batu bara yang menguat tajam tahun lalu, mulai kehilangan tenaga dan menjadi pemberat utama kinerja IHSG tahun ini.

Selain itu emiten perbankan big caps juga turut andil dalam pelemahan IHSG kemarin. Saham Bank Central Asia (BBCA) tercatat melemah 0,27%, sedangkan saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) turun 1,79%.

Sementara itu nilai tukar rupiah mengakhiri perdagangan di Rp14.965/US$ melemah 0,1% di pasar spot. Dengan demikian rupiah sudah empat hari tidak pernah menguat dan semakin mendekati Rp15.000/US$.

Masalah limit utang Amerika Serikat yang makin mendekati hari "X" tapi tak kunjung ada keputusan final resmi.

Kesepakatan kenaikan pagu utang harus tetap segera dicapai, untuk menghindari "kebangkrutan" atau default (gagal bayar). Tidak hanya gagal bayar utang, kegagalan mencapai kesepakatan kenaikan pagu utang juga membuat operasional pemerintah terhenti (shutdown) yang dapat berdampak buruk bagi perekonomian AS dan dunia.

Tapi walaupun kesepakatan tercapai pun, bukan berarti ekonomi Amerika Serikat akan selamat. Council of Economic Adviser (CEA) mengungkapkan tiga kemungkinan 'malapetaka' ekonomi Paman Sam.

Pertama, ketika tidak terjadi default, tetapi nyaris. Dampaknya juga cukup buruk, akan ada Pemutusan Hubungan Kerja Massal (PHK) sebanyak 200 ribu orang pada kuartal III-2023, pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB) terpangkas 0,3% dan tingkat pengangguran naik 0,1%.

Kedua, ketika terjadi default tapi hanya sebentar. PHK bisa mencapai 500 ribu orang, PDB terpangkas 0,6% dan tingkat pengangguran naik 0,3%.

Ketiga, default berlarut-larut. Ini yang paling parah, PHK bisa mencapai 8.3 juta orang pada kuartal III-2023, kemudian PDB mengalami kontraksi hingga 6,1%, dan tingkat pengangguran naik 5%.


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas

Pages