
Belum Ada Katalis Positif, Gerak Saham Batu Bara Gak Kompak

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten batu bara cenderung bervariasi pergerakannya pada perdagangan sesi I Senin (22/5/2023), di tengah masih lesunya harga batu bara acuan dunia dan belum ada faktor yang dapat mendobrak harga batu bara.
Per pukul 10:18 WIB, dari 20 saham batu bara RI, sembilan saham terpantau menguat, sembilan saham terkoreksi, dan sisanya yakni dua saham cenderung stagnan.
Berikut pergerakan saham emiten batu bara pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
ABM Investama | ABMM | 3.130 | -6,85% |
Baramulti Suksessarana | BSSR | 3.460 | -4,68% |
Mitrabara Adiperdana | MBAP | 4.570 | -4,59% |
Borneo Olah Sarana Sukses | BOSS | 56 | -3,45% |
Adaro Minerals Indonesia | ADMR | 815 | -2,40% |
MNC Energy Investment | IATA | 66 | -1,49% |
Atlas Resources | ARII | 156 | -1,27% |
Prima Andalan Mandiri | MCOL | 5.675 | -0,87% |
Bayan Resources | BYAN | 18.825 | -0,40% |
Harum Energy | HRUM | 1.260 | 0,00% |
Alfa Energi Investama | FIRE | 71 | 0,00% |
Delta Dunia Makmur | DOID | 316 | 1,28% |
Bukit Asam | PTBA | 3.160 | 1,28% |
Golden Eagle Energy | SMMT | 650 | 1,56% |
Indika Energy | INDY | 1.890 | 1,61% |
Adaro Energy Indonesia | ADRO | 2.450 | 1,66% |
Bumi Resources | BUMI | 118 | 1,72% |
Indo Tambangraya Megah | ITMG | 25.175 | 1,92% |
United Tractors | UNTR | 23.775 | 2,04% |
TBS Energi Utama | TOBA | 396 | 4,76% |
Sumber: RTI
Saham PT ABM Investama Tbk (ABMM) menjadi saham yang paling parah koreksinya pada pagi hari ini, yakni ambles 6,85% ke posisi Rp 3.130/saham. Bahkan, saham ABMM sudah menyentuh auto reject bawah (ARB).
Sedangkan saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) menjadi saham yang paling besar penguatannya pada sesi I hari ini yakni melonjak 4,76% menjadi Rp 396/saham.
Harga batu bara masih cenderung lesu pada pekan lalu. Harga pasir hitam juga diproyeksi masih sulit melonjak pada pekan ini karena belum ada faktor pendobrak harga.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, harga batu bara kontrak Juni di pasar ICE Newcastle ditutup ambruk 3,47% di posisi US$ 159,35 per ton.
Namun, secara keseluruhan, harga batu bara ambruk 2,24% sepanjang pekan lalu. Artinya, harga batu bara sudah melandai dalam empat pekan beruntun.
Harga batu bara juga sudah ambruk 13,93% sebulan dan jeblok 59,1% sepanjang tahun ini.
Harga batu bara juga diproyeksi masih akan bergerak melandai pada pekan ini. Sejumlah data menunjukkan pasar batu bara akan menghadapi jalan terjal pada pekan ini.
Di antaranya adalah kenaikan produksi batu bara dari China serta ambruknya permintaan dari Eropa. Namun, perkembangan di India bisa menjadi katalis positif bagi batu bara.
China memang melaporkan permintaan listrik mereka sudah naik pada tahun ini. Produksi listrik China pada Januari-April 2023 naik 4,9% (year-on-year/yoy) menjadi 128 miliar kilowatt-hours (kWh).
Pembangkit batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan porsi 83 miliar kWh.
Namun, share pembangkit batu bara kepada total produksi listrik turun menjadi 71% pada Januari-April 2023 dari 79% pada periode sama 2014.
Cuaca di sejumlah wilayah China juga diperkirakan tidak akan sepanas pada musim panas lalu sehingga penggunaan listrik akan berkurang.
Penurunan produksi listrik pembangkit batu bara juga dilaporkan Jerman. Produksi listrik dari pembangkit batu bara di Jerman anjlok 19% (month to month/mtm) ke 375 giga watt hours (gWh)
Permintaan diperkirakan akan terus melandai karena ini musim semi seperti saat ini adalah periode di mana permintaan listrik akan rendah.
Penurunan produksi listrik batu bara salah satunya karena murahnya harga gas. Harga gas alam Eropa sudah jatuh hampir 8% dalam sepekan terakhir.
Dengan makin banyaknya produksi ke gas maka pasokan batu bara pun menumpuk.
Namun, India diharapkan bisa menolong harga batu bara pada pekan ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi Negara Sungai Gangga.
Impor dari India terus meningkat meskipun produksi batu bara mereka juga melonjak tajam.
Impor batu bara India menembus 254 juta ton pada tahun fiskal 2022/2023. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan pada 2021/2022 yang tercatat 208,9 juta ton.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Batu Bara Masih Labil, Tapi 13 Sahamnya di RI Cerah
