Newsletter

Banyak Kabar Buruk, Mari Berdoa Pasar RI Baik-Baik Saja

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Rabu, 05/04/2023 07:06 WIB
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia sedang bergairah pada perdagangan kemarin. Tercatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak menguat.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan sedikit suram hari ini imbas lesunya bursa Amerika Serikat (AS). Selengkapnya mengenai sentimen penggerak pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini. 

Bergerak fluktuatif, IHSG mampu ditutup naik tipis 0,09% menjadi 6.833,17 secara harian pada perdagangan Selasa (4/4/2023).


Adapun sebanyak 193 saham menguat, 334 saham melemah sementara 194 saham lainnya tidak bergerak. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi mencapai sekitar Rp 8,6 triliun dengan melibatkan 17,6 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,43 juta kali.

Lonjakan harga batubara juga nyatanya bisa menambah suntikan sentimen positif ke pasar bursa saham Indonesia.

Pada perdagangan Senin (3/4/2023), harga batu bara kontrak Mei di pasar ICE Newcastle ditutup di posisi US$ 212 per ton. Harganya terbang 9,84% atau nyaris 10%. Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak 8 Februari 2023 atau hampir sebulan terakhir.

Indonesia merupakan eksportir terbesar batubara thermal dunia sehingga kenaikan harga batubara bisa melambungkan ekspor.

Lonjakan harga batubara juga akan menguntungkan banyak emiten seperti PT Adaro Energy Indonesia (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah (ITMG), PT Bukit Asam (PTBA), hingga PT Bumi Resources (BUMI).

Sementara itu, nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (4/4/2023) hingga menyentuh lagi angka Rp 14.800/US$-an. Rupiah kini sudah menguat lima hari beruntun dan berada di level terkuat sejak 3 Februari.

Indeks dolar AS yang merosot 0,4% awal pekan kemarin membuat rupiah mampu melesat. Tanda-tanda perekonomian AS merosot semakin terlihat.

Institute for Supply Management (ISM) melaporkan kontraksi sektor manufaktur semakin dalam pada Maret. Purchasing Managers' Index (PMI) dilaporkan sebesar 46,3, sudah mengalami kontraksi (di bawah 50) selama 5 bulan beruntun dan berada di level terendah sejak Mei 2020.

Pasca rilis data tersebut, indeks dolar AS yang sebelumnya menguat langsung berbalik turun.

Namun, di sisi lain inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang sulit turun membuat pasar kembali memprediksi bank sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga pada Mei.


(ras/ras)
Pages