
Banyak Kabar Buruk, Mari Berdoa Pasar RI Baik-Baik Saja

Pasar saham Indonesia mendapatkan tekanan dari Wall Street yang semalam tumbang akibat pelaku pasar yang kurang percaya diri terhadap kondisi ekonomi Amerika Serikat.
Malam nanti waktu Indonesia Amerika Serikat akan merilis dua data penting yakni neraca dagang termasuk di antaranya ekspor dan impor serta ISM nonmanufkatur PMI.
Keduanya penting untuk mengukur kekuatan ekonomi negara digdaya tersebut sehingga menjadi pertimbangan investor mengenai laju pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, pasar saham masih dibayangi oleh ketakutan inflasi yang meningkat seiring dengan harga minyak mentah dunia yang melonjak.
Harga minyak digerakkan oleh berita dari OPEC+ yang memangkas produksi sebesar 1,16 juta barel per hari (bpd) akan dimulai Mei dan berlangsung hingga akhir 2023.
Pemangkasan terbanyak dilakukan Arab Saudi yakni 500 ribu bpd di Arab Saudi, pemotongan 211 ribu barel/hari oleh Irak, 144 ribu bpd oleh Uni Emirat Arab, dan 128 ribu bpd dari Kuwait.
Goldman Sachs menurunkan perkiraan produksi OPEC+ pada akhir tahun 2023 sebesar 1,1 juta bpd dan menaikkan perkiraan harga Brent untuk tahun 2023 sebesar US$5 menjadi US$95 per barel dan sebesar US$3 menjadi US$100 per barel untuk tahun 2024.
Harga minyak yang menguat dapat menguntungkan emiten produsen minyak. Namun secara keseluruhan dapat memberikan efek negatif yakni kenaikan inflasi.
Inflasi yang menguat akan tetap membuat bank sentral hawkish pada kebijakan suku bunganya dan akan berdampak negatif terhadap ekonomi.
Dari dalam negeri ada kabar positif bagi investor terkait kondisi ekonomi Indonesia pada 2023.
Asia Development Bank (ADB) mengeluarkan rilis terbaru mengenai outlook pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, khususnya di Asia.
Pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai 4,7% pada 2023, turun dari pertumbuhan pada tahun lalu yang mencapai 5,6% dan akan tumbuh menjadi 5% pada 2024.
"Pemulihan berkelanjutan ini, sebagian besar disebabkan oleh pembukaan kembali ekonomi sub kawasan tersebut," tulis ADB dalam laporannya bertajuk Asian Development Outlook (ADO) April 2023, dikutip Selasa (4/4/2023).
Adapun, outlook ADB untuk ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan akan mencapai 4,8% dan akan meningkat menjadi 5% pada tahun 2024.
Dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN lainnya, Indonesia masih kalah dari perkiraan pertumbuhan ekonomi Filipina yang diperkirakan tumbuh 6% dan Vietnam yang diperkirakan tumbuh 6,5%.
Sementara dibandingkan dengan outlook ekonomi Malaysia dan Singapura, Indonesia lebih unggul. Outlook ekonomi Malaysia pada 2023 diperkirakan mencapai 4,7% dan Singapura diperkirakan mencapai 2%.
(ras/ras)