Kecil Dihina "Anak Pungut", Saat Dewasa Jadi Raja &Kaya Raya
Jakarta, CNBC Indonesia - Saat kecil Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto (Sudhamek AWS) kerap dirundung malang. Dia tumbuh besar di lingkungan toxic. Dia sering diledek oleh kakak-kakaknya sebagai anak pungut karena dia anak bontot di keluarga. Lalu saat masih sekolah dia juga sering dibully oleh teman-temannya karena dianggap orang kampung dan miskin.
Akibatnya, seluruh hinaan itu menimbulkan luka batin di benak Sudhamek yang tak bisa dilupakan.
"Makanya no hard feelings meski tidak bisa dilupakan tetapi bisa dimaafkan dan disyukuri," ujar Sudhamek saat membagikan kisah hidupnya di kanal Youtube @CoachYudiChandra pada Oktober 2020 lalu.
Sudhamek tidak dendam terhadap mereka. Justru ucapan itu menjadi motivasi bagi dirinya agar semakin bekerja keras hingga sukses dan dapat memutar balikkan pernyataan orang-orang tersebut. Artinya, tumbuh di lingkungan seperti itu tak membuat Sudhamek patah arang. Dia terus menjalani hidup seperti biasa dan bersekolah hingga jenjang tertinggi.
Mengutip Launching for Marketer + Box, awal hidup Sudhamek di 'dunia bebas' terjadi saat lulus kuliah dan bekerja di pabrik rokok nomor satu di Indonesia, PT Gudang Garam, pada 1982. Di sana dia bekerja langsung di bawah keluarga sang pendiri, Wonowidjojo, selama 8 tahun. Dia berhasil mencapai posisi tertinggi sebagai asisten direktur, alias tangan kanan langsung Wonowidjojo.
Selama berkarier di pabrik rokok itulah dia dikecam keras oleh ayahnya, Darmo Putro. Sebab, Darmo saat itu sudah memiliki pabrik PT Tudung yang berdiri pada 1958. Pabrik itu awalnya berbisnis tepung tapioka. Namun karena gagal berkembang pabriknya banting setir ke sektor pembuatan kacang goreng merek "Garuda" dan "Naga Terbang" pada 1987.
Darmo layaknya pebisnis lain yang ingin usahanya dilanjutkan dari generasi ke generasi. Maka tak heran kalau ayahnya kecewa dengan keputusan Sudhamek yang bekerja di pabrik orang lain. Apalagi, selama berkarir di Gudang Garam, perusahaan rokok itu berkembang pesat berkat strategi-strategi yang dicetuskan Sudhamek.
Barulah pada 1994 Sudhamek mulai pulang kampung ke perusahaan keluarga. Dia langsung menjadi CEO Garuda Food, perusahaan kacang goreng "Garuda" milik bapaknya.
Di tangan Sudhamek inilah Garuda Food memulai perjalanan kesuksesannya. Dia melakukan branding ulang kacang Garuda dengan menambahkan slogan "Ini Kacangku". Lalu, menambah variasi produksi kacang, mulai dari kacang telur sampai kacang atom.
Menurut Sam Setyautama dalam Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008), omset penjualan Garuda Food naik menjadi Rp 20 miliar setahun akibat menguasai 80% pangsa pasar kacang di Indonesia. Produksi kacang Garuda mencapai 2400 ton ada 1997, naik dua kali lipat dari 5 tahun sebelumnya.
Seluruh pencapaian ini terjadi dalam kurun 1-2 tahun setelah Sudhamek turun gunung. Bahkan saat krisis moneter melanda Indonesia pada 1998 dan banyak perusahaan bangkrut, Garuda Food tetap menjadi 'raja'. Malah omsetnya bertambah 30%.
Tak puas menjadi raja kacang, pada 1998 dia mulai merambah usaha baru. Di tahun tersebut dia mengakuisisi PT Triteguh Manunggal Sejati (TMS) yang memproduksi jelly bermerk Okky Jelly Drink.
Mengutip CNN Indonesia, dia juga bergerak memproduksi berbagai makanan ringan dan minuman dengan mengusung merek Okky Jelly, Gery, Chocolatos, Mountea, Hormel, hingga Prochiz. Seluruh produknya itu menjadi 'penguasa' etalase di warung-warung kecil di pelosok Indonesia.
Pada 2012, Sudhamek melepaskan posisi direktur utama dan sukses menjadikan bisnis kacang tidak lagi kacangan. Ia menjabat sebagai Komisaris Utama Garuda Food Group dan Tudung Group sampai sekarang.
Berkat upaya Sudhamek pula perusahaan bapaknya itu, PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD), sukses melantai di bursa saham pada 2018.
(mfa/mfa)