Rupiah Sukses Menguat, Tapi Dalam "Mode" Waspada

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 February 2023 15:14
Pekerja memperlihatkan uang dolar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Senin (4/7/2022).  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (14/2/2023). Pasar kini berfokus pada rilis data inflasi AS malam ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.155/US$, menguat 0,23% di pasar spot.

Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi AS diprediksi melambat menjadi 6,2% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada bulan lalu. Angka ini turun dari 6,5% pada Desember 2022.

Jika terus menurun, maka The Fed kemungkinan tidak akan agresif lagi menaikkan suku bunga maka rupiah berpeluang menguat lebih lanjut.

Tetapi, jika inflasi malah naik yang terjadi bisa sebaliknya. Sehingga pelaku pasar masih waspada.

Ketua The Fed Jerome Powell pada pekan lalu menyatakan jika suku bunga bisa naik lebih tinggi dari prediksi sebelumnya jika pasar tenaga kerja masih terus kuat atau inflasi yang kembali meninggi.

"Kenyataannya kami bertindak berdasarkan data. Jadi jika kita terus melihat data, misalnya pasar tenaga kerja yang kuat atau inflasi yang kembali meninggi, itu akan membuat kami kembali menaikkan suku bunga dan bisa saja lebih tinggi dari yang diprediksi sebelumnya," ujar Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (8/2/2023).

Kemari rupiah melemah 0,4% ke Rp 15.190/US$, bahkan sempat menyentuh Rp 15.225/US$, terlemah dalam satu bulan terakhir.

Kinerja negatif tersebut, membuat rupiah mencatat pelemahan sekitar 2% sejak pekan lalu. Meski demikian, pelemahan tersebut masih terbilang wajar, sebab sebelumnya rupiah melesat 4 pekan beruntun dengan total 4,7%.

Salah satu pemicu penguatan tajam tersebut yakni rencana revisi aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) oleh pemerintah.

Dengan aturan tersebut diharapkan bisa menambah pasokan valuta asing (valas) di dalam negeri, sehingga rupiah bisa lebih stabil bahkan menguat.

Seperti diketahui neraca perdagangan Indonesia terus mencatat surplus, tetapi cadangan devisa pada tahun lalu malah menurun. Kenaikan cadangan devisa pada bulan lalu juga karena penerbitan global bond pemerintah alias utang.

Devisa yang diterima dari ekspor yang tinggi tidak berada di dalam negeri. Sehingga revisi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang DHE dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam menjadi sangat dinanti.

Melalui revisi itu, pemerintah akan mewajibkan para eksportir memarkirkan DHE di dalam negeri dalam kurun waktu tertentu, pemerintah juga akan memperluas sektor industri yang wajib memarkirkan dolar hasil ekspornya.

Sayangnya, sejak wacana tersebut dilontarkan pertengahan bulan lalu, hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan segera diumumkan.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular