Utang BUMN Karya Menggunung, Laba Jadi Korban
Jakarta, CNBC Indonesia - Empat emiten BUMN Karya mencatatkan total liabilitas atau utang sebesar Rp 215 triliun per September 2022. Nilai fantastis ini ditengarai untuk modal kerja yang disebabkan oleh kebutuhan modal proyek-proyek baru.
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatatkan liabilitas sebesar Rp 56,76 triliun. Sementara, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) sebesar Rp 43,43 trilium dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) sebesar Rp37,68 triliun
PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) menjadi emiten yang memiliki liabilitas terbesar yakni Rp82,4 triliun, di mana hutang yang memiliki bunga mencapai Rp64 triliun atau sebesar 77,7% dari total liabilitas.
Hutang berbunga Waskita didominasi oleh utang bank jangka panjang sebesar Rp47,2 triliun. Akibat dari liabilitas yang terlalu didominasi oleh hutang berbunga adalah ke laba rugi karena harus membayar bunga yang akan memotong perolehan laba operasi.
Menurut laporan keuangan, WSKT menanggung beban keuangan sebesar Rp 3,03 triliun. Nilai ini bahkan lebih besar dari perolehan laba bruto Waskita sebesar Rp988,16 miliar saja.
Artinya jika laba bruto dikurangi beban bunga hutang, Waskita akan mengalami rugi sebesar Rp 984,97 miliar.
Sebagai informasi, beban keuangan merupakan beban bunga atas utang bank/non bank, beban provisi, dan beban administrasi bank yang terkait dengan perolehan pinjaman Grup selama periode berjalan setelah dikurangi biaya bunga yang secara langsung dapat diatribusikan dengan biaya perolehan suatu proyek tertentu yang memenuhi syarat dan beban bunga atas utang obligasi Perusahaan.
Hanya saja, ada pendapatan lain-lain sebesar Rp3 triliun yang menopang perolehan laba akhir WSKT sehingga terlihat tumbuh signifikan.
Dalam laporan keuangan WSKT pendapatan lain-lain merupakan pendapatan non-operasional yang berasal dari restrukturisasi utang bank dan utang obligasi pada entitas anak, proyek yang sudah selesai, selisih dari estimasi akrual dibandingkan dengan realisasi yang disajikan bersih dengan beban lain-lain proyek selesai, laba atas divestasi, dan lain-lain KSO.
Sehingga pendapatan tersebut bukanlah merupakan pendapatan operasional atau hasil usaha dari WSKT.
Laporan WSKT pun diselamatkan oleh perolehan laba dari entitas asosiasi sebesar Rp1,15 triliun yang kepemilikannya di bawah 50%. Ini artinya WSKT bukan merupakan pengendali.
Laba berjalan WSKT pun tercatat Rp578,18 miliar, tumbuh 7 kali lipat dari perolehan tahun sebelumnya Rp66,72 triliun. Di mana sebesar Rp577,75 merupakan laba yang diatribusikan kepada kepentingan Non-Pengendali. Sisanya untuk kepentingan induk atau laba yang menjadi milik pemegang saham perusahaan hanya Rp425,29 juta.
Maka dari itu laba per saham dasar WSKT hanya Rp0,01 saja, dibandingkan periode sebelumnya sebesar Rp12,85.
Maka dari itu beban hutang yang tinggi pasti akan menggerogoti nilai perusahaan di mata investor pun dengan emiten BUMN Karya.
(dhf)