
Colekan Jokowi & Cuci Tangan Kemenkop di Tragedi Indosurya

- Kasus penggelapan jumbo dana nasabahKoperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya adalah puncak gunung es modus penggelapan dana masyarakat di Indonesia.Satu persatu lembaga terkait tampak mulai cuci tangan.
- Model bisnis KSP yang mirip denga layanan bank rentan terhadap penyelewengan tidak memiliki sama sekali instrumen hukum perlindungan konsumen yang memadai, baik pada UU Koperasi maupun UU Perbankan.
- Alasan Kemenkop bahwa pemerintah tak ada hak mengawasi koperasi dalam UU 25/1992 kurang dapat diterima akal sehat, dan lebih seperti jurus ngeles saja. Mengapa menunggu duit triliunan rupiah raib dan ribuan korban baru heboh mewacanakan revisi undang-undang sekarang?
Jakarta, CNBC Indonesia -Nama Teten MasdukiMenteri Koperasi dan UKMakhirnya mencuat bersama kisruh pengelapan dana nasabah KSP Indosurya. Nama mantan aktivis anti korupsi ini mendadak trendingmenyalip nama Chef Arnold, korban dan Menko Polhukam Mahfud MD yang sebelumnya membuat pernyataan kontroversial beberapa waktu lalu untuk tak perlu menghormati keputusan Mahkamah Agung atas vonis lepas bos Indosurya.
Menteri Teten yang datang sendiri ke di Istana Negara, Rabu (8/2/2023) menggelar jumpa pers setelah bertemu Presiden dan bilang, "Jadi ini persis seperti praktek perbankan tahun 98 di mana dana dari masyarakat diinvestasikan di grupnya sendiri tanpa ada batas minimum pemberian kredit," ujar Teten.
Tidak jelas, apakah Teten sengaja melaporkan masalah Indosurya ke Istana, atau dipanggil oleh Jokowi. Tetapi pada hari Senin ((6/2/2023)sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bisa dengan tegas melindungi masyarakat dari berbagai investasi ilegal.
"Rakyat hanya minta satu, sebetulnya duit saya balik. Uang saya balik. Karena waktu ke Tanah Abang ada yang nangis-nangis ceritanya juga kena itu," kata Jokowi bercerita.
"Waktu Imlek juga sama, itu juga. Di Surabaya nangis, itu juga hati-hati yang namanya pengawasan harus diintensifkan," kata Jokowi yang meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan mengawasi pelbagai masalah penipuan dan penggelapan di sejumlah jasa keuangan, dalam dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023 di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Cerita Jokowi ini lantas menjadi momentum semua aparat bergerak membuka lagi kasus KSP Indosurya, setelah sebelumnya Chef Arnold bikin geger dengan cuitannya bila saudaranya menjadi korban. Kasus ini mencuat kembali, dipicu oleh vonis lepas dari Majelis Hakim Ketua PN Jakarta atas pemilik Indosurya Henry Surya yang divonis bebas atas segala dakwaan pada Selasa, (24/1/2023).
Sontak, hal ini memicu kemarahan publik karena kasus dugaan penggelapan yang mulai diusut oleh Bareskrim Polri pada tahun 2020 itu diduga merugikan nasabah hingga Rp106 triliun. Saat itu, Henry Surya yang merupakan pemilik KSP Indosurya langsung diamankan oleh Bareskrim Polri. Dia dituntut 20 tahun bui dan denda Rp 200 miliar subsider satutahun kurungan dalam persidangan sebelumnyaatas tindakan merugikan nasabah Rp16 triliun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah koperasi aktif di Indonesia tahun 2022 mencapai 127.846 unit dengan volume usaha sebesar Rp182,35 triliun. Jumlah ini naik 0,56% dari 2021. Dari jumlah itu 46,42% beroperasi di pulau Jawa. Melihat trennya, jumlah koperasi aktif mengalami peningkatan sejak 2011 hingga 2017. Hanya saja, jumlah tersebut anjlok 16,97% menjadi 126.343 unit pada 2018.
Liar Sejak Lama, Tak Jelas Regulasinya
Berbagai masalah penggelapan oleh KSP telah terjadi sejak lama, dan itu seperti dibiarkan oleh Kemenkop UKM selaku pembina koperasi dan aparat hukum lainnya. Misalnya kasus ketidakberesan KSP Indosurya yang sudah tercium sejak tahun 2018.
Pengalaman CNBC Indonesia, pernah didatangi oleh salah satu pengacara yang mengatasnamakan Indosurya dan tidak terima dengan pemberitaan tentang dugaan kasus penggelapan yang dikemudian hari terbukti.
Kasus ini membetot perhatian publik karena jumlah dana simpanan jumbo yang dtaksir mencapai Rp106 triliun, dan nasibnya kemungkinan besar hilang. Pemerintah sendiri baru baru ini mengatakan tidak akan ada skema bailout atau ganti rugi untuk kasus ini. Besar jumlah simpanan KSP Indosurya tidak lepas dari taktik kotor para sales tabungan yang menawarkan suku bunga simpanan tinggi, antara 9% hingga 12% per tahunnya. Bunga ini ini lebih tinggi dari deposito bank konvensional yang berkisar 5-7%.
Menurut penuturan sejumlah korban, mereka terpedaya karena marketing Indosurya selalu mengatakan induk perusahaan akan bertanggung jawab bila terjadi masalah. KSP Indosurya yang didirikan di Jakarta pada 27 September 2012 dan berkantor pusat di Jl MH Thamrin No 03 Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat mendapatkan izin pendirian dari Kemenkop UKM.
KSP Indosurya adalah bagian dari salah satu anak usaha Indosurya Financial Group yang bergerak dibanyak jasa keuangan, seperti sekuritas, manajer investasi, multi finance, asuransi, dan investment banking. Mereka sudah bercokol sejak 25 tahun yang lalu.
Modus serupa juga dijalankan oleh KSP Sejahtera Bersamayang kedoknya mulai terbuka pada 2020. Selain iming-iming imbal hasil tinggi, berbagai penawaran dan promo hingga mencatut nama pemerintah. KSP yang diduga menilep dana nasabah hingga Rp8,8 triliun ini bahkan pernah mendapatkan piagam penghargaan Microfinance Awarddari Kemenkop UKM pada 16 November 2011.
Dari penuturan korban, mereka sudah mengadu ke Kemenkop UKM, Ombudsman RI, Presiden Joko Widodo, Menkopolhukam Mahfud MD tapi masih sepi tanggapan.
Dari lima jenis koperasi, model usaha simpan pinjam yang paling problematik. Meskipun semua koperasi ada dalam lingkup tugas regulasi Kemenkop UKM, khusus untuk simpan pinjam sering membuat publik kecele. Banyak yang mengira, karena model pelayanannya mirip dengan bisnis bank yakni pengumpulan dana pihak ketiga dan pembiayaan ke pihak lain, membuat telunjuk kambing hitam keteledoran pengawasan ada di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bahkan, entah karena tidak menemukan rujukan hukum pada UU Perkoperasian atau apa, jaksa pada kasus Indosurya menggunakan pasal 46 ayat 1 UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, untuk menjerat Henry Surya.Makanya tidak heran bila kemudian majelis hakim memvonis lepas Henry Surya, karena koperasi memang tidak diatur dalam UU Perbankan. Wajar pula, bila urusan simpan pinjam Indosurya menurut majelis adalah urusan kedua belah pihak atau perjanjian perdata daripada memenuhi unsur kejahatan atau pidana oleh satu pihak.
Inilah yang membuat korban korban penggelapan dana KSP seperti buih dilautan, kebingunganmengadu. Menangis ke Kemenkop tidak bisa, OJK, apalagi Bank Indonesia. Demkian pula Polri yang mendapat aduan masyarakat seperti tidak bisa berbuat banya, karena tidak memiliki dasar kuat untuk meringkus para pelaku. Makanya, banyak yang kemudian curhat dan menangis kepada Jokowi.
Soal cacat UU Perkoperasian sebetulnya sempat menjadi tema hangat saat pembahasan regulasi payung sektor keuangan, UU No 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU PPSK). Ada suara bila koperasi khususnya jenis KSP perlu diatur oleh OJK. Namun, entah mengapa isu itu menguap begitu saja, karena terbentur keharusan untuk merevisi terlebih dahulu UU Perkoperasian.
UU Perkoperasian memiliki banyak lubang besar untuk modus kejahatan. Bisnis koperasi seperti liar tak diawasi, karena pengawasannya diserahkan kepada tim pengawas yang anggotanya ditentukan lewat rapat anggota. Ini celah masuk bagi penjahat keuangan, karena dengan kekuasaanya pengurus bisa mengondisikan tim pengawas diisi oleh orang-orang yang mewakili kepentingan mereka.
Soal pengawasan koperasi diatur pada Pasal 38 UU/25 Tahun 1992 tentang Perkoperasioan. Parahnya, pada ayat ketiga dalam pasal itu disebutkan tim pengawas wajib merahasiakan hasil pengawasan kepada siapapun. Tidak ada kewajiban pelaporan kepada Kemenkop UKM atau OJK, atau regulator yang ditunjuk.
Ruang yang diberikan UU kepada pemerintah hanya dimuat dalam tiga pasal mulai pasal 60 yang isinya bersifat pembinaan dan normatif, tidak ada satupun bahasan soal pengawasan. Makanya, pernyataan Menteri Teten memang memiliki dasar, meskipun hal ini sepenuhnya tidak dapat dibenarkan. Sebab, mengapa Teten yang menduduki posisi menteri sejak 2019 dan para pendahulu-pendahulunya tidak segera merevisi UU warisan Orde Baru ini.
Ngapain dan kemana saja mereka? Padahal bisnis model intermediasi yang mirip bank ini patut diawasi ketat oleh regulator karena rentan moral hazardseperti ditunjukkan sendiri oleh Menteri Teten pada kasus bank bangkrut saat krisis 1998. Tapi seperti umumnya banyak masalah negeri ini, baru diselesaikan setelah banyak korban berjatuhan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(mum/mum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terbesar di RI, Nilai Kerugian Kasus KSP Indosurya Rp 106 T!