5 Skandal Keuangan Terbesar, Kerugian Capai Ribuan Triliun

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor keuangan sedang digemparkan oleh berbagai kasus dengan nilai kerugian yang besar. Seperti kasus Adani di dunia internasional yang sampai menarik perhatian Presiden Joko Widodo. Sementara di dalam negeri sendiri terdapat deretan kasus sektor keuangan yang menghebohkan masyarakat.
Berikut lima kasus besar dengan besaran nilai kerugian yang mencapai triliunan.
Adani
Kasus ini berakar dari tudingan skandal penipuan yang dilakukan oleh konglomerat asal India, Gautam Adani. Ia merupakan pemilik Adani Group yang bergerak di bidang tambang, pelabuhan dan pembangkit listrik.
Akan tetapi, laporan riset dari Hindenburg Research menyebut ada penyimpangan yang dilakukan figur asal India itu sehingga kekayaannya melejit.
Menurut Hindenburg, Adani Group sebelumnya telah menjadi fokus dari 4 investigasi penipuan besar pemerintah yang diduga melakukan pencucian uang, pencurian dana pembayar pajak, dan korupsi, dengan total sekitar US$ 17 miliar atau setara Rp 252 triliun.
Laporan tersebut membuat harga saham di bawah Adani Group berguguran. Sehingga, Gautam Adani kehilangan kekayaannya setara sekitar Rp 1.650 triliun.
Jokowi meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memeriksa secara detil kondisi makro dan mikro. Sehingga, apa yang terjadi di Indonesia tak sampai ke sini.
"India makro-nya maju, tapi mikronya ada masalah. Adani kehilangan US$ 120 miliar, kalau dirupiahkan Rp 1.800 triliun," tutur Jokowi, Senin (6/2/2023).
"Hati-hati mengenai ini, jangan sampai ada yang lolos seperti itu, karena (Rp 1.800 triliun) itu gorengan, akibatnya seperempat PDB India hilang," sambung Jokowi.
Akibat satu perusahaan, kata Jokowi, capital outflow keluar, rupee jatuh.
KSP Indosurya
Kasus penyelewengan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya disinyalir jadi kasus korupsi terbesar di Indonesia. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejagung Fadil Zumhana mengklaim kasus Indosurya sebagai kasus korupsi terbesar di Indonesia. Nilai penggelapan duit koperasi ini mencapai Rp 106 triliun.
Kasus mega korupsi ini menimpa 23.000 korban dengan kerugian Rp15,9 triliun dari dana kelolaan total Rp106 triliun. Nilai tersebut berdasarkan hasil laporan analisis (HLA) yang dilakukan Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Ini kasus yang menarik perhatian nasional karena kerugian sepanjang sejarah belum ada kerugian yang dialami Rp106 triliun oleh masyarakat Indonesia," jelasnya pada September 2022 lalu.
Meski telah memakan banyak korban, akhir kisah malapetaka ini tak berakhir bahagia. Terdakwa Kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya divonis bebas atas segala dakwaan pada Selasa, (24/1/2023).
Kini, pemerintah sedang berjuang untuk melayangkan kasasi ke Kejaksaan Agung. Hal ini diungkap Kemenko Polhukam Mahfud MD pada Jumat, (27/1/2023).
Wanaartha Life
PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life (WAL) tercatat gagal bayar klaim polis hingga Rp 15 triliun. OJK telah mencabut izin usaha WAL sebagai Perusahaan Asuransi Jiwa dikarenakan perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan yang menjadi penyebab dikenakannya sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU).
Sanksi dikenakan kepada WAL karena pelanggaran tingkat solvabilitas minimum, rasio kecukupan investasi minimum, serta ekuitas minimum tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
Sejak pencabutan izin usaha WAL, Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan Pegawai WAL dilarang mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha.
Sudah terbentuk tim likuidasi berdasarkan keputusan sirkuler pemegang saham mayoritas. Namun, Aliansi Korban Asuransi Wanartha mencurigai tim likuidasi hanya untuk mengakomodir pihak pemegang saham mayoritas.
Pemegang saham mayoritas, yaitu Evelina F. Pietruschka, Manfred F. Pietruschka, Rezananta F. Pietruschka sampai saat ini dalam status tersangka penggelapan polis asuransi jiwa Wanaartha dan dalam status DPO (Daftar Pencarian Orang). Sampai saat ini, pihak OJK belum mengklarifikasi keabsahan tim likuidasi yang dipimpin Harvady M. Iqbal itu.
Jiwasraya
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya melibatkan mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim bersama-sama dengan lima orang terdakwa lainnya merugikan negara senilai Rp 16,8 triliun dalam perkara rasuah ini.
Kejagung juga pernah menjelaskan duduk perkara soal pemblokiran sekitar 800 sub rekening efek (SRE) saham dan penyitaan aset terkait dengan proses penyelidikan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) yang melibatkan rekening efek miik PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha, atau WanaArtha Life.
Pemblokiran tersebut berujung pada aksi protes para nasabah Wanaartha yang turun ke jalan, bahkan sampai mengirim surat pembukaan blokir rekening efek kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Asabri
Kasus dugaan korupsi PT Asabri telah menyeret sejumlah nama besar di pasar modal. Skandal korupsi tersebut diduga telah merugikan negara hingga Rp 23 triliun.
Jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan kasus perusahaan asuransi jiwa BUMN lainnya yakni PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2013-2018 dengan kerugian negara, juga berdasarkan hitungan BPK, mencapai Rp 16,8 triliun.
Besaran hitungan BPK ini beda tipis dengan proyeksi awal Kejagung atas kasus Jiwasraya yakni Rp 17 triliun. Dari jumlah Rp 16,8 triliun itu, terdiri dari kerugian investasi di saham Rp 4,65 triliun dan reksa dana Rp 12,16 triliun.
Meskipun merupakan dua kasus yang berbeda, temuan pihak berwenang menyebut bahwa sejumlah nama terseret dalam dua mega skandal tersebut. Misalnya, Benny Tjokrosaputro atau Bentjok, Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX), dan Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM). Keduanya juga ditetapkan sebagai tersangka di kasus korupsi Asabri.
(Zefanya Aprilia/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tiga Tahun Kasus Wanaartha, Rugikan Nasabah Hingga Rp 3 T
