Di Pagi Hari Awal Pekan, Bursa Asia Sudah Gak Kompak Nih
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung beragam pada perdagangan Senin (6/2/2023), di mana investor akan mencerna data tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) yang masih cukup kuat dan dapat membuat investor kembali pesimis akan melunaknya sikap bank sentral AS.
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melesat 0,99%, Straits Times Singapura naik tipis 0,02%, dan ASX 200 Australia juga naik tipis 0,05%.
Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka ambles 1,56%, Shanghai Composite China melemah 0,57%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 0,83%.
Dari Australia, penjualan ritel periode Desember 2022 turun menjadi -3,9%, dari sebelumnya pada periode November 2022 sebesar 1,7%, berdasarkan data yang disesuaikan secara musiman oleh Biro Statistik Australia (ABS).
Penurunan tersebut juga lebih rendah dari prediksi pasar dalam polling Reuters yang memperkirakan penjualan ritel Negeri Kanguru hanya akan tumbuh -0,6% pada akhir tahun lalu.
Di lain sisi, pada pekan ini, pelaku pasar di Asia-Pasifik akan memantau rilis data dan agenda penting, seperti data inflasi China periode Januari 2023 yang akan dirilis pada Jumat akhir pekan ini dan keputusan suku bunga bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) pada Selasa besok.
Pergerakan bursa Asia-Pasifik hari ini cenderung berbeda dengan pergerakan bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu yang ditutup tergelincir setelah dirilisnya beberapa data tenaga kerja AS.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones ditutup melemah 0,38%, S&P 500 ambles 1,04%, dan Nasdaq Composite ambruk 1,59%.
Secara mengejutkan perekonomian Negeri Paman Sam mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari 2023, berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja AS. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang.
Kemudian, tingkat pengangguran yang diprediksi naik menjadi 3,6%, malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari prediksi 4,3%.
Pasar tenaga kerja yang kuat, begitu juga dengan rata-rata upah berisiko membuat inflasi semakin sulit turun ke target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebesar 2%.
Artinya ada risiko The Fed kembali akan agresif menaikkan suku bunga dan suku bunga tinggi ditahan lebih lama lagi.
Analis dari JPMorgan, Mike Bell, sudah memberikan prediksi tersebut. Jika The Fed bertindak di luar eksepektasi pasar, maka Wall Street dan obligasi AS (US Treasury) akan kembali rontok.
Untuk diketahui, pasar saat ini memprediksi puncak suku bunga The Fed berada di kisaran 4,75% - 5%, artinya akan ada kenaikan satu kali lagi sebesar 25 basis poin pada bulan Maret.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat suku bunga 4,75% - 5% akan dipertahkan sebelum dipangkas pada akhir 2023.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)