IPO Watch

Iming-Iming Bagi Deviden, IPO Haloni Jane Tetap Tak Menarik

CNBC Indonesia Research, CNBC Indonesia
06 February 2023 08:35
Seorang petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD) berdiri di dalam bilik pengambilan swab untuk memeriksa persiapan fasilitas tes Covid-19 di sebuah rumah sakit di Mumbai pada 27 Desember 2022. (PUNIT PARANJPE/AFP via Getty Images)
Foto: Seorang petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD) berdiri di dalam bilik pengambilan swab untuk memeriksa persiapan fasilitas tes Covid-19 di sebuah rumah sakit di Mumbai pada 27 Desember 2022. (AFP via Getty Images/PUNIT PARANJPE)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan produsen sarung tangan latex untuk keperluan medis, PT Haloni Jane, berencana mengumpulkan dana publik dan melantai di bursa awal Februari ini menggunakan ticker HALO.

Penawaran umum perdana (IPO) HALO dilaksanakan mulai 1 hingga 6 Februari mendatang. Dalam prospektus IPO, perusahaan berencana menghimpun dana hingga Rp 113 miliar dengan menerbitkan 1,13 miliar saham baru (20%) yang ditawarkan di harga Rp 100 per saham.

Menyertai penerbitan saham baru, perusahaan juga secara bersamaan menerbitkan 565 juta waran seri I yang dapat ditebus enam bulan setelah efek terbit dan berlaku selama enam bulan setelahnya. Setiap pemegang 2 saham berhak memperoleh 1 waran yang kelak dapat ditebus di harga Rp 150. Apabila semua waran ditebus investor, maka perusahaan berpotensi memperoleh dana tambahan hingga Rp 84,75 miliar.

Haloni menyebut akan menggunakan seluruh dana hasil IPO - setelah dikurangi biaya emis - untuk modal kerja, termasuk pembelian bahan baku, bahan penunjang produksi, pembayaran gaji hingga biaya operasional lainnya. Senada, dana yang diperoleh dari penerbitan waran juga akan digunakan untuk keperluan yang sama.

Berbasis di Tangerang, Haloni Jane merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi alat-alat kesehatan yang menggunakan bahan baku dari latex. Produk yang dipasarkan adalah sarung tangan latex medis dengan merek dagang Shamrock Gloves dan Myguard Gloves.

Kinerja Keuangan

Hingga akhir kuartal ketiga 2022 - tidak diaudit - perusahaan mencatatkan penjualan bersih Rp 199,91 miliar atau turun hingga 45% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tertekannya kinerja top line membuat perusahaan mencatatkan kerugian bersih Rp 8,22 miliar dalam sembilan bulan pertama tahun lalu, berbanding terbaik dengan laba Rp 141,61 miliar dalam tiga kuartal awal tahun 2021.

Pelemahan kinerja keuangan terjadi seiring dengan mulai jinaknya situasi pandemi di Tanah Air. Pada tahun 2020, pendapatan perusahaan tercatat melejit 376% secara tahunan dengan laba bersih naik lebih dari 10.000%. Kenaikan tersebut terus berlanjut dan mencapai puncaknya pada tahun 2021.

Kondisi pandemi yang perlahan mampu dikekang membuat bisnis perusahaan juga mulai kehilangan tenaga, dengan catatan kinerja yang kurang meyakinkan pada tahun 2022 lalu.

Meski demikian perusahaan menyatakan optimismenya terkait prospek bisnis ke depan dengan mengutip data Global Market Insights, yang menyebut pasar sarung tangan kesehatan akan tumbuh sekitar 18% dalam delapan tahun ke depan hingga 2030.

Perusahaan juga menyebut peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan, jumlah pasien BPJS hingga jumlah lansia menjadi peluang untuk menggenjot kinerja perusahaan.

Meski demikian perusahaan juga mengaku bahwa kondisi pandemi yang mulai terkendali menjadi tantangan utama dan bisa menekan kinerja perusahaan secara signifikan.

"Pandemi COVID 19 sebagai masalah kesehatan publik ... memberikan dampak yang menguntungkan bagi pangsa pasar sarung tangan lateks," ungkap Haloni Jane dalam prospektus IPO.

Sementara itu dari laporan posisi keuangan, perusahaan mencatatkan ekuitas Rp 25,26 miliar pada akhir September 2022. Sementara itu selama tiga tahun sebelumnya, per akhir Desember, perusahaan tercatat masih mengalami defisiensi modal atau ekuitas negatif dan baru berbalik pada tahun ini, setelah perlahan turun mulai tahun 2019.

Per September 2022, aset perusahaan tercatat Rp 309,95 miliar atau sedikit lebih besar dari catatan liabilitas yang mencapai Rp 284,69 miliar. Perusahaan mencatatkan aset lancar sebesar Rp 176,51 miliar yang mayoritas berasal dari inventori dan piutang usaha. Kas dan setara kas perusahaan tercatat hanya 1,14 miliar, menyusut signifikan dari posisi akhir Desember 2020 yang nilainya tembus 45 miliar.

Sementara itu, porsi besar kewajiban Haloni Jane masuk dalam klasifikasi liabilitas jangka pendek yang nilainya mencapai Rp 208,60 miliar. Hingga Juni 2022, Haloni memiliki utang bank senilai Rp 77 miliar, yang mana sekitar setengahnya atau Rp 37,14 miliar merupakan bagian jangka pendek.

Sementara itu dari total Rp 76,57 miliar utang usaha kepada pihak berelasi dan pihak ketiga, dua pertiganya atau senilai Rp 51,08 miliar akan jatuh tempo dalam waktu 1 hingga 12 bulan (setahun).

Rasio Keuangan dan Valuasi

Tingginya liabilitas perusahaan membuat rasio utang terhadap ekuitas (DER) melambung tinggi dan berada di angka 11,27 kali. Sebagai catatan sejumlah perusahaan laboratorium atau penyedia alat kesehatan lainnya mencatatkan angka yang jauh lebih kecil. Catatan DER dari PRDA, DGNS, IRRA dan MEDS secara berurutan masing-masing adalah 0,17 kali, 0,11 kali, 0,63 kali dan 0,18 kali.

Jika perusahaan mampu memperoleh dana maksimal kala IPO, DER akan turun menjadi 2,06 kali dan tetap jauh lebih tinggi dari emiten yang bergerak di sektor sama.

Lalu kondisi yang mirip juga terlihat dari kemampuan perusahaan membayarkan kewajibannya dari aset lancar atau kas. Current ratio dan quick ratio perusahaan tercatat masing-masing sebesar 85% dan 0,55%.

Perusahaan menyebut bahwa tingkat DER dan current ratio melebihi yang disyaratkan pemberi pinjaman terjadi karena masih adanya saldo defisit dari kondisi kurang baik sebelum tahun 2019 pada saat operasional belum efisien, yang menggerus nilai ekuitas perseroan. Dengan persetujuan restrukturisasi yang diberikan BNI, Haloni mengklaim mampu untuk tetap melaksanakan komitmen pembayaran kepada BNI sesuai jadwal pembayaran.

Selanjutnya pasca IPO, perusahaan akan memulai perdagangan di bursa dengan kapitalisasi pasar Rp 565 miliar dan memiliki nilai buku Rp 24,47 per saham. Artinya harga saham IPO yang ditawari perusahaan divaluasi 4,09 kali nilai buku bukunya (PBV). Catatan tersebut lebih tinggi dari empat emiten yang telah disebutkan sebelumnya.

Sementara itu dengan catatan rugi bersih, PER perusahaan tercatat negatif. Meski dengan kondisi menantang, perusahaan berjanji akan memberikan dividen dengan DPR minimum 20%, jika mampu mencatatkan laba, mulai dari tahun buku 2023.

Dengan kondisi utang tinggi, likuiditas terbatas dan rasio valuasi yang tidak dapat dikatakan murah, IPO Haloni Jane tampaknya akan kurang menarik untuk dikoleksi, setidaknya dari sudut pandang fundamental.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(fsd/fsd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation