
Miris, 5 Juta Orang Pilih Pinjam ke Rentenir Meski Bunga 500%

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mengungkapkan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan masih banyak masyarakat yang belum tersentuh akses keuangan secara formal. Direktur Utama BRI Sunarso menyebut, hingga saat ini baru 20 juta masyarakat yang memanfaatkan akses jasa keuangan di Indoensia.
Sunarso menjelaskan, angka tersebut belum ada setengah dari jumlah nasabah yang ditargetkan pada 2025 mendatang, yaitu sebanyak 46 juta nasabah.
"Dari 46 juta itu yang bisa dilayani oleh lembaga keuangan formal termasuk bank, BPR, fintech dan lain-lain hanya 20 juta," ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Senin (30/1).
Sunarso melanjutkan, smeentara sisanya yang sebesar 26 juta orang lainnya belum tersentuh jasa keuangan formal. Mereka yang lebih memilih meminjam dana ke sanak keluarga sebesar 7 juta, sementara 5 juta orang diantaranya memilih untuk meminjam dana di renternir dengan bunga yang sangat tinggi, yaitu 100-500%.
"14 juta yang belum terlayani sama sekali. Butir ini saya akan menyampaikan komitmen-komitmen kita. Baru 20 juta. Jadi yang belum tersentuh sama sekali 14 juta," sebutnya.
Sebanyak 14 juta orang tersebut saat ini menjadi prioritas Holding Ultra Mikro untuk dilayani. Saat ini, yang telah masuk ke sistem holding ultra mikro mencapai 33,8 juta. "Saya kira kita semua optimis ya 45 juta. Kalau bisa lebih karena ada beberapa yang biasa kita penuhi lebih cepat," imbuhnya.
Sunarso mengakui, dalam menjangkau akses keuangan bagai masyarakat Indonesia tidaklah mudah. Apalagi, masyarakat yang berada di daerah pelosok. Tantangan tersebut berupa biaya operasional yang mahal dan risiko yang tinggi.
Sehingga, kata Sunarso, digitalisasi menjadi solusi bagi permasalahan tersebut. Selain itu, transformasi di tubuh manajemen dalam hal sumber saya manusia pun juga harus dilakukan. Jika mindset SDM baik, lalu disukung oleh alat digutal, maka dapat melahirkan produk yang jitu untuk masyarakat.
"Untuk mendigitalkan itu kita harus beli alat baik software maupun hardware-nya, tapi itu hanya butuh duit, yang nggak bisa dibeli dengan duit adalah culture dan layanan. Itu tantangan kami untuk mengcreate corporate value yang pas untuk merealisasikan bisnis sambil empowering," pungkasnya.
(rob/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Misi Holding Ultra Mikro: Bebaskan Pelaku Usaha Dari Rentenir