
Sudah 17 Tahun Produksi Minyak di Bawah Sejuta, Salah Siapa?

Tumbur mengingatkan perbaikan iklim investasi menjadi syarat wajib jika Indonesia ingin mengundang investor di sektor minyak, sekaligus membuka kemungkinan bertambahnya lifting komoditas tersebut.
"Indonesia kan bersaing dengan negara lain untuk mengundang investor. Yang punya uang kan mereka dan investor punya banyak pilihan negara untuk berinvestasi. Ekosistem investasi di migas diperbaiki baik dari birokrasi maupun legislasi," ujar Tumbur.
Menurutnya, Indonesia mungkin menawarkan sejumlah insentif seperti pengurangan pajak atau cost recovery. Namun, negara lain juga menawarkan insentif yang tak kalah menarik.
"Menurut kita, apa yang kita tawarkan lebih menarik. Tapi kan itu menurut kita. Investor dihadapkan pada banyak pilihan dan mereka akan memilih mana yang lebih efisien dan iklim usaha yang lebih bersahabat," imbuhnya.
Tumbur menjelaskan cadangan minyak dan gas Indonesia masih sangat besar. Cadangan tersebut memungkinkan Indonesia untuk meningkatkan lifting hingga lebih dari 1 juta bph.
"Kalau dulu kita pernah memproduksi 1,3 juta bph ya berarti kita bisa memproduksi lebih besar," imbuhnya.
Sebagai catatan, Indonesia pernah menjadi eksportir minyak pada periode 1970-an dan awal 1980-an.
Pada awal 1980-an, lifting minyak Indonesia menembus 1,5-1,6 juta bph.
Boediono dalam bukunya Ekonomi Indonesia dalam Lintas Sejarah menjelaskan komposisi industri migas (pengolahan minyak) pada PDB Indonesia juga meningkat dari 0,6% pada 1975 menjadi 5% pada 1985.
Nilai ekspor minyak bumi mencapai puncaknya pada 1981-1982 dengan rata-rata tahunan mencapai US$ 14,6 miliar. Angkanya merosot tajam menjadi US$ 7,7 miliar pada 1985.
Pada tahun anggaran 1981/1982 dan 1982/1983, migas menyumbang 67% dari penerimaan dalam negeri pemerintah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]