Market Commentary

Jelang BI Rate, Big Four Sulit Terangkat, IHSG Tersendat

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
18 January 2023 10:20
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham empat bank raksasa (big four) terpantau bergerak bervariasi pada perdagangan sesi I Rabu (18/1/2023), di mana variasinya saham bank raksasa membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung 'galau'.

Berikut pergerakan bank big four pada perdagangan sesi I hari ini.

EmitenKode SahamHarga TerakhirPerubahan Harga
Bank Rakyat IndonesiaBBRI4.6000,88%
Bank Negara IndonesiaBBNI8.9750,56%
Bank MandiriBMRI9.700-0,51%
Bank Central AsiaBBCA8.225-1,20%

Sumber: RTI

Hingga pukul 09:48 WIB, Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terpantau menguat, dengan masing-masing 0,88% dan 0,56%.

Namun untuk saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terpantau terkoreksi, masing-masing 0,51% dan 1,2%.

Bahkan, saham bank big four tersebut juga ada yang menjadi penopang IHSG, juga menjadi pemberat IHSG, sehingga pergerakannya cenderung mendatar.

Saham BBRI dan BBNI menjadi penopang IHSG pada hari ini, masing-masing sebesar 6,24 indeks poin dan 0,95 indeks poin.

Sedangkan saham BMRI dan BBCA menjadi pemberat indeks, masing-masing 7,2 indeks poin dan 2,38 indeks poin.

Pergerakan saham bank big four yang cenderung bervariasi terjadi jelang pengumuman suku bunga terbaru dari Bank Indonesia (BI) pada Kamis besok.

BI sudah memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini, dan hasilnya akan diumumkan besok. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan. Namun yang menarik beberapa memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga acuan.

Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 menjadi 5,75%.

Sebanyak tiga institusi/lembaga memproyeksi BI akan menahan suku bunga di level 5,50%.

Hal ini membuat pelaku pasar menaruh perhatian penuh, sebab jika suku bunga ditahan, tentunya ada risiko rupiah kembali tertekan.

Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 basis poin pada periode Agustus-Desember 2022 menjadi 5,50%. Suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,25%.

BI bahkan secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 50 bps selama tiga bulan pada September, Oktober, dan November 2022. Kenaikan suku bunga sebesar 200 bps adalah yang paling agresif sejak 2005.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mempekirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,50% pada bulan ini sejalan dengan melandainya inflasi umum dan inti.

Sebagai catatan, inflasi umum tercatat 5,51% (year-on-year/yoy) pada Desember 2022 sementara inflasi inti 3,36% (yoy).

"Selain terkendalinya inflasi, kinerja dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama, cenderung terkoreksi sehingga mendorong penguatan rupiah," tutur Josua, kepada CNBC Indonesia.

Di lain sisi, bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) juga diperkirakan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya pasca rilis data inflasi yang menunjukkan penurunan.

Pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret menjadi 4,75% - 5%. Proyeksi tersebut lebih rendah dari sebelumnya di mana pasar melihat puncak suku bunga The Fed di 5% - 5,25%.

Jika selisih suku bunga yang dipertahankan sebesar 125 bp, maka capital inflow bisa semakin membanjiri pasar obligasi Tanah Air

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation