Macro Insight

Kejatuhan Harga Komoditas dan Harga Mahal untuk Ekonomi RI

mae, CNBC Indonesia
16 January 2023 12:10
Dilarang Jokowi, Ini Negara Tujuan Ekspor Migor Terbesar RI
Foto: Infografis/Dilarang Jokowi, Ini Negara Tujuan Ekspor Migor Terbesar RI/Aristya Rahadian

Macro insight

- Bank Dunia dalam laporannya Global Economic Prospects edisi Januari 2023 memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 menjadi hanya 1,7%, jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya 3%.

Perlambatan ekonomi global disebabkan kebijakan moneter ketat di hampir semua negara. Perlambatan ekonomi global tersebut akan berimbas pada melandainya laju perdagangan global menjadi 1,6% pada 2023. Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah pada 2022 yang diperkirakan mencapai 4%.

- Melandainya perdagangan global tentu saja akan berimbas pada laju ekspor serta harga komoditas andalan Indonesia, mulai dari minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), batu bara hingga nikel.

Harga komoditas telah melambungkan ekspor Indonesia pada tahun lalu. Ekspor Indonesia pada Januari-November 2022 melonjak 28,16% menjadi US$ 268,18 miliar dan surplus tercatat US$ 5,16 miliar. Ekspor juga berkali-kali mencetak rekor. Terakhir, rekor terbesar tercatat pada Agustus 2022 sebesar US$ 27, 86 miliar. 

Secara bulanan, Indonesia juga sudah mencatat surplus selama 31 bulan secara beruntun.

Merujuk data Refinitiv, harga pasir hitam merosot 9,36% pekan lalu. Harga batu bara juga sudah terlempar dari level psikologis US$ 400 per ton.



Sejak 7 Oktober 2022, harga batu bara hanya sekali mampu menembus level US$ 400 per ton yakni pada 6 Desember 2022.

Rata-rata harga minyak sawit mentah pada Desember 2022 ada di kisaran MYR 3.966,86 per ton, turun dibandingkan pada November 2022 yang tercatat MYR 4.170,3 per ton.

Melemahnya harga CPO dan batu bara tentu saja akan berdampak besar ke laju ekspor Indonesia mengingat kedua komoditas menyumbang ekspor sekitar 30% dari total ekspor Indonesia.

-Melandainya harga komoditas juga dikhawatirkan berimbas pada pertumbuhan dan daya beli masyarakat di kantong-kantong komoditas Indonesia.

Peran ekspor kepada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pesat sejak harga komoditas merangkak naik pada pertengahan 2021. Bila pada 2020, peran ekspor kepada pertumbuhan hanya 17% maka angkanya melonjak menjadi 22% pada 2021 dan sebesar 24,7% pada Januari-September 2022.

Ekspor juga mampu melambungkan pertumbuhan ekonomi di pusat komoditas seperti Provinsi Kalimantan Timur yang banyak bertumpu pada aktivitas tambang batu bara diperkirakan berimbas. Demikian juga, pertumbuhan Provinsi Riau dan Sumatera Utara yang banyak bergantung kepada CPO.

Provinsi lain seperti Maluku Utara dan Papua juga banyak menggantungkan pergerakan ekonominya ke komoditas.

Ekonomi Kalimantan Timur tumbuh 5,28% pada kuartal III-2022, lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2022 yang tercatat 3,28%. Kalimantan Timur dan Riau pernah merasakan bagaimana pelemahan harga komoditas memukul ekonomi dan ekspor mereka.

Pertumbuhan Kalimantan Timur tumbuh 5,04% saat masih terjadi booming komoditas pada 2010. Begitu harga komoditas anjlok, pertumbuhannya pun ambruk dari 3,9% pada 2011 dan 1,59% pada 2012.

Pengalaman serupa terjadi pada Riau yang merupakan kantong utama produsen CPO. Pada 2010, ekonomi Riau tumbuh 5,57% tetapi ambles menjadi 2,48% pada 2013.

Sinyal perlambatan ekspor sudah terasa pada November 2022 baik di Kalimantan Timur ataupun Riau.

Kalimantan Timur mencatatkan nilai ekspor sebesar US$ 3,12 miliar pada November 2022. Nilai tersebut turun 4,11% dibandingkan Oktober 2022 dan anjlok 5,57% dibandingkan November 2021 (year on year/yoy).

Penurunan ekspor secara tahunan ini adalah yang pertama kalinya sejak November 2021.

Sementara itu, nilai ekspor Riau pada November 2022 tercatat US$ 1,81 miliar. Nilai tersebut turun 9,69% dibandingkan bulan sebelumnya. Nilai ekspor November 2022 adalah yang terendah sejak Mei 2022 atau saat pemerintah melarang ekspor CPO.

- Melandainya ekspor dan harga komoditas juga bisa berimbas kepada pergerakan transaksi berjalan.

Melandainya ekspor bisa membuat transaksi berjalan Indonesia kembali ke zona defisit setelah mencetak surplus beruntun sejak kuartal III-2021 hingga kuartal III-2022.

Indonesia pernah mencatat defisit panjang pada transaksi berjalan pada 2014-2020 akibat kencangnya impor. Juga, karena melandainya ekspor sebagai dampak melemahnya harga komoditas.

Jika transaksi berjalan kembali defisit maka kinerja mata uang rupiah bisa terpuruk. Terlebih, pasar keuangan dunia masih diliputi ketidakpastian.

-Melandainya harga komoditas juga bisa berimbas pada semakin mengecilnya devisa hasil ekspor (DHE) yang diterima Indonesia.  Di tengah upaya gencar pemerintah untuk membawa pulang DHE, pelemahan ekspor bisa membuat kebijakan tersebut kurang efektif.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular