China Dekati Australia, Emiten Batu Bara RI Bakal Gigit Jari
Jakarta, CNBC Indonesia - China kembali mendekati batu bara Australia. China Energy Investment Corp dikabarkan telah melakukan pemesanan impor batu bara Australia, kesepakatan pertama sejak Beijing melonggarkan larangan tidak resmi yang diberlakukan atas impor batu bara dari Australia pada tahun 2020.
Dimas Wahyu Analis Bahana Sekuritas mengatakan untuk batubara, usai China membuka keran impor akan ada potensi penurunan ekspor ke China dari Indonesia. Menurutnya, emiten yang terpengaruh adalah yang porsi ekspor ke China besar.
"Overall harga coal masih berpeluang menguat karena curah hujan akan mengganggu produksi," prediksi Dimas kepada CNCB Indonesia, Selasa (10/1/2023).
Selain itu, peningkatan ekspor ke India diharapkan mampu meningkatkan perluasan pasar baru. Sedangkan untuk konsumsi dalam negeri diperkirakan masih cukup tinggi karena pasca pencabutan PPKM akan terjadi kembali geliat di dunia usaha yang akan membutuhkan energi besar.
"Jadi prospek emiten batu bara untuk tahun ini masih akan berkinerja positif namun kenaikkan harga coal tidak akan setinggi tahun 2022 lalu," pungkas Dimas.
Di sisi lain, Equity Analyts Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti melihat hal ini akan mengurangi porsi ekspor dalam negeri mengingat porsi ekspor Australia sebelumnya cukup besar atau 30% dari total pasokan.
"Ini tentunya akan mempengaruhi permintaan batu bara dalam negeri terutama bagi emiten dengan porsi ekspor besar terutama China. Namun, yang akan menopang tentu dari sisi harga acuan yang masih tinggi di mana dapat mempengaruhi ASP emiten batu bara," ungkap Desy.
Dia menambahkan apalagi sekarang ada skema BLU yang tentunya bisa menyesuaikan harga acuan yang sedang tinggi bagi emiten batu bara dalam negeri yang fokus penjualan di dalam negeri.
Senior Analis Pasar Keuangan dari DCFX Lukman Leong menyebut, pencabutan larangan import batubara dari China tentunya akan bisa menurunkan ekspor dari Indonesia. Namun Indonesia diperkirakan masih tetap akan menjadi eksportir terbesar ke China.
"Saya melihat perlambatan ekonomi dan resesi tahun ini yang akan membuat harga batubara turun akan menjadi kekuatiran yang lebih utama pada emiten batu bara," tegas Lukman.
Dia menegaskan, isu China akan menggangu tapi tidak sebesar dampaknya dibandingkan resesi.
Untuk diketahui, Australia adalah pemasok batu bara terbesar kedua China sebelum larangan tidak resmi, yang mulai berlaku saat hubungan diplomatik keduanya renggang pada 2020. Kargo batu bara yang dikirim dari Australia ke China, yang menyumbang hampir seperempat dari seluruh pasokan batu bara Australia pada 2019, turun menjadi hampir nol pada tahun 2021 dan 2022.
(tep/ayh)