Bagaimana Dampak Resesi Menjalar dari Eropa ke Kantong Anda?

Maesaroh, CNBC Indonesia
05 January 2023 10:30
Pekerjaan di 5 Industri Ini Paling Menderita Jika Resesi
Foto: Infografis/ Pekerjaan di 5 Industri Ini Paling Menderita Jika Resesi/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara maju diproyeksi akan memasuki resesi pada tahun ini. Indonesia pun akan terkena dampaknya dari berbagai sektor mulai dari pasar keuangan hingga perdagangan.

Credit Suisse memperkirakan Eropa akan memasuki resesi pada kuartal IV-2022 hingga kuartal I- 2023. Sementara itu, Bank of America memproyeksi ekonomi AS akan mengalami resesi pada kuartal I-2023.  Dana Moneter Internasional (IMF) juga berkali-kali mengingatkan jika sepertiga ekonomi dunia akan memasuki resesi pada tahun ini.

Bank Mandiri dalam laporannya 2022-2023 Global Macro Outlook: Riding the wave of Global Stagflation memperkirakan resesi global kemungkinan akan terjadi pada semester I-2023 akibat anjloknya ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Resesi di Eropa dan anjloknya ekonomi AS dikhawatirkan membuat perekonomian banyak negara berkembang melandai. Permintaan ekspor pun akan melemah dan harga komoditas akan jeblok.

"Ekonomi Indonesia kemungkinan akan melandai jika ekonomi jatuh ke resesi dan ekonomi China mengalami hard landing. Sektor perekonomian Indonesia yang memiliki keterkaitan dengan ekspor akan terdampak," tulis Bank Mandiri.




Resesi akan menekan pertumbuhan global, perdagangan internasional, hingga harga komoditas. Ekspor Indonesia pun akan ikut tertekan sehingga surplus menyusut. Jika kondisi ini berlanjut maka transaksi berjalan bisa kembali defisit.

Seperti diketahui, ekspor mencatatkan surplus selama 31 bulan beruntun.

Ekspor pada Januari-November 2022 menembus US$ 268,18 miliar sementara impor tercatat US$ 217,58 miliar. Dengan demikian, surplus neraca perdagangan pada Januari-November tercatat US$ 50,59 miliar.

Badan Perdagangan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UNCTAD memperkirakan nilai perdagangan global pada 2022 akan menyentuh US$ 32 triliun.
Namun, UNCTAD mengingatkan perdagangan akan melandai pada tahun depan. Kondisi ini sudah tercermin dari semakin menurunnya nilai perdagangan pada kuartal IV-2022.

"Ekspor garmen, alas kaki, furnitur, karet dan produk, serta minyak nabati adalah beberapa produk yang berpotensi terkoreksi (karena perlambatan ekonomi AS)," tulis Bank Mandiri.

Sebagai catatan, pada saat ekonomi AS terkontraksi sebesar 2,60% pada 2009, impor mereka anjlok 26%.
AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua bagi Indonesia setelah China sehingga perlambatan ekonomi AS bisa berdampak besar ke permintaan barang Indonesia.

Harga komoditas andalan Indonesia juga akan terkoreksi karena melemahnya perdagangan global.

Bank Mandiri memperkirakan harga batu bara pada 2023 berada di angka US$ 168,8 per ton, lebih rendah dibanding US$ 262,4 per ton pada 2022.

Harga minyak mentah akan berada di posisi US$ 86 per barel pada tahun ini, lebih rendah dibanding US$ 102,5 per barel pada 2022.  Harga minyak sawit mentah akan berada di US$ 891 per ton pada 2023, anjlok dibandingkan US$ 1.192 per ton pada 2022.

 

Investasi juga diperkirakan akan terganggu sejalan dengan melandainya ekonomi global. Resesi juga akan menekan tingkat kepercayaan diri investor untuk menanamkan modal.

Tidak hanya itu, resesi juga akan meningkatkan risiko ongkos biaya sehingga investasi bisa berkurang.

Sektor yang masih prospektif untuk tahun ini di antaranya adalah telekomunikasi, jasa kesehatan, dan hilirisasi manufaktur.  Sektor yang tahan terhadap guncangan adalah makanan dan minuman serta utilities.

Sektor yang bisa terimbas oleh kenaikan biaya adalah semen, pupuk, bahan bangunan, farmasi, hingga petrokimia.

Sementara itu, sektor yang akan mengalami penurunan permintaan adalah batu bara, minyak sawit serta yang berorientasi ekspor seperti alas kaki dan furniture.

Dari sisi konsumsi, resesi bisa menekan permintaan karena ekonomi melandai. Kekhawatiran ini terutama terjadi di wilayah-wilayah yang mengandalkan komoditas sebagai sumber pendapatan, seperti Kalimantan dan Sulawesi.

Resesi tidak hanya mengancam Indonesia lewat jalur makro ekonomi seperti pertumbuhan, investasi, dan konsumsi.

Dampak resesi juga akan menjalar ke perekonomian Indonesia melalui sektor perbankan. Likuiditas perbankan dikhawatirkan berkurang karena kebijakan moneter ketat di tingkat global dan perlambatan ekonomi.

"Hati-hati terhadap kinerja perbankan global dan dampaknya ke perbankan domestik yang mungkin terekspos oleh utang dan transaksi keuangan," ujar Bank Mandiri.

Dampak resesi juga akan menjalar ke pasar keuangan domestik, termasuk saham dan rupiah.  Menurut Bank Mandiri, ada ancaman risk-off di pasar emerging market dan depresiasi nilai tukar mata uang global.

"Sentimen risk-off akan memberikan tekanan berupa meningkatnya yield bond, harga saham yang lebih rendah, dan melemahnya rupiah," tulis Bank Mandiri.

Melamahnya nilai tukar terjadi karena derasnya capital outflow. Rupiah sendiri sudah ambruk sejak September 2022 dan menyentuh ke level US$ 15.000 per US$ 1.

Pelemahan rupiah tidak hanya akan membebani pengusaha tetapi juga warga Indonesia pada umumnya. Pasalnya, barang modal dan bahan baku perusahaan Indonesia banyak dibeli dari luar negeri.

Pelemahan rupiah juga akan membuat barang impor konsumsi semakin mahal mulai dari handphone, netbook, kedelai, hingga fashion.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular