Agresif Naikan Suku Bunga, Bos BI Beberkan Alasannya!

Market - Anisa Sopiah, CNBC Indonesia
22 December 2022 16:16
FILE PHOTO - The logo of Indonesia's central bank, Bank Indonesia, is seen on a window in the bank's lobby in Jakarta, Indonesia September 22, 2016.  REUTERS/Iqro Rinaldi/File Photo Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis point (bps) menjadi 5,5%, suku bunga Deposit Facility menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,25%.

Adanya kenaikan ini, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 bps hanya dalam waktu lima bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, 50 bps pada Oktober, dan 50 bps pada November dan 25 bps pada Desember.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan suku bunga yang tersebut sudah dilakukan secara terukur, sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, preemptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi.

"Sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3% plus minus 1%," jelas Perry dalam konferensi pers RDG BI, Kamis (22/12/2022).

Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, kata Perry akan terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation), serta untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS yang masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Kebijakan suku bunga bank sentral diharapkan tidak cepat-cepat ditransmisikan oleh perbankan. Karena saat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah meningkatnya daya beli masyarakat.

Selain itu, Perry juga menyebut bahwa dengan kenaikan suku bunga kebijakan hingga 5,5% ini diharapkan dapat mendorong investasi asing untuk masuk.

"Bagaimana kenaikan BI rate ini mendorong kenaikan yield SBN jangka pendek, agar arus modal asing masuk, dan terjadi. Dan dalam sebulan terakhir ini, arus investasi portofolio sbn naik dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah," jelas Perry.

Adapun, ekspektasi inflasi dan inflasi secara bulanan terus menurun dan lebih rendah dari prakiraan awal, meskipun masih tinggi.

Inflasi IHK November 2022 tercatat lebih rendah dari prakiraan dan inflasi bulan sebelumnya, meski masih tinggi sebesar 5,42% (yoy) dan di atas sasaran 3,0±1%.

Inflasi kelompok volatile food juga turun menjadi 5,70% (yoy) baik secara nasional maupun di sebagian besar wilayah Indonesia.

"Bank Indonesia akan terus memperkuat respons kebijakan guna memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1%," jelas Perry.

Perry optimis, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh mencapai di atas 5% pada 2022 hingga 2023. Pertumbuhan ekonomi pada 2022 diperkirakan bias ke atas dalam proyeksi 4,5% hingga 5,3%.

Sementara pada 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap baik meskipun sedikit melambat, sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Diperkirakan 4,5% hingga 5,3%.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Awas! Dolar Makin Perkasa, Asing Kabur & Rupiah Tertekan


(cap/cap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading