BI Punya Strategi Tarik Dolar Eksportir di LN, Rupiah Menguat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 December 2022 15:14
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (22/12/2022) setelah Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,1%, tetapi kemudian berbalik melemah nyaris sepanjang perdagangan. Rupiah baru berbalik menguat 0,03% ke Rp 15.580/US$ beberapa menit sebelum perdagangan ditutup.

BI pada hari ini menaikkan suku bunga 25 basis poin sesuai dengan prediksi banyak pihak.

"Rapat Dewan Gubernur memutuskan menaikkan suku bunga BI 7 days reverse repo rate sebesar 25 basis poin," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (22/12/2022)

Sementara itu Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,25%.

Hasil survei Reuters menunjukkan BI juga akan mengendur dengan menaikkan 25 basis poin menjadi 5,5%. Konsensus yang dihimpun Trading Economics pun sama.

Konsensus yang dihimpun TIM Riset CNBC Indonesia juga menunjukkan suku bunga akan dikerek 25 basis poin. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 12 lembaga/institusi memperkirakan hal tersebut, sementara dua lainnya melihat suku bunga akan dinaikkan 50 basis poin.

Dengan tidak adanya kejutan, pasar tentunya sudah price in, yang membuat rupiah tidak banyak bergerak.

"Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagian langkah lanjutan untuk secara preventif forward looking memastikan penurunan ekspektasi sehingga inflasi inti terjaga," kata Perry.

Kebijakan BI, kata Perry juga mendukung stabilitas nilai tukar rupiah, untuk mengendalikan inflasi impor dan mitigasi dampak perlambatan dari masih kuatnya dolar AS dan ketidakpastian pasar keuangan global.

"Kebijakan moneter tahun 2023 akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas digitalisasi sistem pembayaran dan pendalaman pasar uang," jelasnya.

Dengan kenaikan kali ini maka, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 bps hanya dalam waktu lima bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, 50 bps pada Oktober, dan 50 bps pada November dan 25 bps pada Desember.

Rupiah berbalik menguat saat sesi tanya jawab. Salah satu yang menjadi sorotan adalah langkah BI guna menahan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri lebih lama.

Perry mengungkapkan, DHE sebagian besar sudah berada di dalam negeri tetapi tidak bertahan lama. Untuk itu BI mengeluarkan instrumen baru guna menahan DHE lebih lama.

"Kami akan mengeluarkan instrumen yang baru di mana bank-bank bisa mem-pass on simpanan DHE para eksportir. Jadi eksportir menyimpan dana di bank dan bank bisa meneruskan ke BI dengan mekanisme pasar dan suku bunga atau imbal hasil yang menarik," ujar Perry.

Perry mengatakan imbal hasil yang didapat akan lebih menarik ketimbang di luar negeri, dan bank yang mem-pass on juga akan mendapat insentif.

Jika kebijakan tersebut sukses, dan eksportir menahan valuta asing lebih lama di dalam negeri, pasokan dolar AS akan bertambah dan rupiah akan lebih stabil bahkan berpeluang menguat.


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular