
Asing Bisa Kabur Bila BI Salah Ambil Keputusan Pekan Ini

-Stabilitas nilai tukar rupiah akan menjadi agenda terpenting BI pada bulan ini. Nilai tukar rupiah melandai 0,08% pada pekan lalu. Pelemahan ini tidak sedalam pada pekan sebelumnya di mana rupiah anjlok 1,1%.
Di antara mata uang Asia, rupiah setidaknya kini menjadi yang terbaik karena tidak melemah sangar dalam. Namun, pelemahan rupiah yang sudah berlangsung sejak September jelas tidak baik bagi perkembangan impor Indonesia. Rupiah yang terus melemah akan membebani pengusaha karena sebagian besar barang modal dan bahan baku industri masih didatangkan dari negara lain.
Nilai tukar rupiah juga masih sangat sensitif terhadap kebijakan di Amerika Serikat. Pernyataan hawkish The Fed pekan lalu membuat rupiah masih tertekan. Pernyataan The Fed membuat arus modal asing ke pasar domestik sedikit berkurang sehingga rupiah pun belum bisa menguat dalam sepekan.
Berdasarkan data BI pada periode 12-15 Desember 2022, investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp 2,89 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Sebaliknya, di pasar saham masih tercatat net sell sebesar Rp 3,72 triliun.
Net buy pada pasar SBN menurun dibandingkan pada periode 5-8 Desember 2022 yang tercatat Rp 8,45 triliun atau pada periode 28 November-1 Desember yang tercatat net buy sebesar Rp 8,76 triliun.
Net buy di pasar SBN dikhawatirkan semakin menurun atau bisa berbalik menjadi net sell jika investor kecewa dengan keputusan BI pada Rapat Dewan Gubenur (RDG) pekan ini.
-Pelaku pasar kini juga menunggu langkah BI dalam menarik Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo sudah meminta BI untuk membuat aturan guna menarik DHE yang diparkir dari luar negeri. Aturan tersebut diharapkan bisa menambah pasokan dolar di pasar domestik sehingga stabilitas nilai tukar rupiah lebih terjaga.
Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan menyebut suda ada 216 surat tagihan pelanggaran eksportir terkait DHE.
Banyaknya DH yang diparkir di luar negeri membuat cadangan devisa Indonesia justru menurun di tengah lonjakan ekspor. BPS mencatat surplus perdagangan Indonesia pada Januari-November 2022 menembus US$ 50,59 miliar.
Cadev pada akhir November 2022 tercatat US$ 134 miliar. Jika menilik posisi cadev per Desember 2021 yang tercatat US$ 144,9 dan cadev per akhir November sebesar US$ 134 miliar maka pada tahun ini cadev sudah terkuras US$ 10,9 miliar.
-Selain BI, bank sentral China (PBoC) juga akan mengumumkan kebijakan moneter pada pekan ini.
Pelaku pasar memperkirakan PBoC akan menurunkan loan prime rate (LPR) pada pekan ini atau di awal 2023. Pasalnya, China tengah membutuhkan tenaga tambahan untuk mendongkrak ekonominya.
Membaiknya ekonomi China tentu akan berimbas positif ke Indonesia sebagai mitra dagang utama, Permintaan dari China diharapkan terus meningkat jika ekonomi mereka melaju.
Sebagai catatan, ekspor Indonesia ke China mencatat rekor tertinggi pada November 2022 dengan nilai US$ 6,28 miliar.
-Di luar kebijakan moneter, pekan ketiga Desember 2022 (19-23/2022) juga akan menjadi pekan penting bagi pemerintah untuk menggenjot belanja. Pasalnya, minggu ke empat belanja pemerintah akan berkurang drastis karena akan tutup buku.
Hingga Oktober 2022, belanja pemerintah baru menembus Rp 2.351,1 triliun atau setera dengan 75,7% dari pagu target APBN sesuai Perpres 98/2022.
Artinya masih ada sekitar Rp 755 triliun yang harus dihabiskan dalam kurun waktu dua bulan yakni November -Desember 2022.
Kenaikan belanja pada Desember akan berdampak positif kepada pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2022.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
