
Harap-Harap Cemas Menunggu Kebijakan China

Nilai perdagangan atau ekspor-impor non-migas China-Indonesia hingga Januari-Oktober 2022 menembus US$ 106,97 miliar. Nilai tersebut sudah melewati pencapaian pada seluruh tahun 2021.
Namun, ekspor Indonesia dikhawatirkan melandai karena kebijakan lockdown serta pembatasan mobilitas.
PMI Manufaktur China berada di bawah 50 atau tidak ekspansif selama empat bulan beruntun. Impor bijih basa mereka juga diperkirakan melandai 2% pada 2022 menjadi 1,102 miliat ton.
China juga menjadi salah satu investor terbesar untuk Indonesia. Pada kuartal III-2022, China menjadi investor asing terbesar kedua dengan nilai investasi mencapai US$ 1,6 miliar dengan 1.159 proyek. Mereka hanya kalah dari Singapura di tempat pertama.
Investasi China pada Januari-September 2022 tercatat US$ 5,2 miliar, hanya kalah dari Singapura di tempat teratas.
![]() Realisasi investasi asing |
Dari dalam negeri, laju inflasi pada November 2022 menimbulkan harapan dan pertanyaan. Inflasi tercatat 5,42% (yoy) pada November 2022 dari 5,71% (yoy) pada Oktober 2022. Secara bulanan (mont to month/mtm), inflasi pada November tercatat 0,09%. Inflasi inti turun tipis menjadi 3,30 % (yoy) pada November dari 3,31% pada Oktober.
Melandainya inflasi pada November menunjukkan jika dampak kenaikan harga BBM pada awal September lebih rendah dibandingkan proyeksi awal/
Secara historis, kenaikan harga BBM akan melambungkan inflasi melalui dampak langsung (first round effect) dan dampak lanjutan (second round effect). Dampak lanjutan kenaikan harga BBM Subsidi biasanya memicu inflasi yang lebih besar pada sebulan setelah pengumuman.
Misalnya, harga BBM subsidi kembali dinaikkan 18 November 2014 rata-rata dinaikkan 33,57%. Pada November 2014, inflasi tercatat 1,50% sementara pada Desember menyentuh 2,46%.
Namun, kondisi berbeda pada tahun ini. Inflasi memang sempat meroket 1,17% (mtm) dan 5,95% (yoy) pada September 2022. Namun, pada Oktober langsung terjadi deflasi 0,11% (mtm) dan secara tahunan melandai menjadi 5,71%. Artinya, inflasi tinggi hanya terjadi pada September.
Dampak inflasi yang lebih rendah terjadi karena kenaikan harga BBM dilakukan di saat Indonesia memasuki periode inflasi rendah. Tidak adanya faktor pemicu musiman seperti Lebaran dan musim ajaran baru membuat dampak inflasi pasca kenaikan harga BBM menjadi terbatas.
Inflasi kelompok volatile juga dalam tren pelemahan karena harga bahan pangan pada Oktober-November 2022 relatif terkendali. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi Januari-Juli 2022 di mana inflasi kelompok volatile melambung karena kenaikan harga cabai hingga rawit.
Melandainya inflasi pada November 2022 menjadi harapan jika Bank Indonesia akan mengerem kebijakan moneter agresifnya. Bank Indonesia sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps dalam empat bulan terakhir menjadi 5,25%.
Namun, melandainya inflasi inti bisa menjadi sinyal jika permintaan Indonesia akan melemah ke depan. Survei penjualan eceran Bank Indonesia menunjukkan indeks penjualan riil pada Oktober 2022 hanya akan tumbuh 4,5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]