Jakarta, CNBC Indonesia - China resmi membuka perbatasan internasional mereka pada akhir pekan lalu. Langkah besar China tersebut diharapkan bisa menguntungkan Indonesia dari sisi ekspor, investasi, hingga pariwisata.
China resmi membuka perbatasan internasional pada Minggu (8/1/2023) dengan memberikan sejumlah pelonggaran. Di antaranya penghapusan karantina bagi pelancong serta diizinkannya warga China bepergian ke luar negeri.
Pembukaan perbatasan mengakhiri tiga tahun masa "penguncian" Tiongkok yang sudah berlangsung sejak Maret 2020. Pembukaan perbatasan juga hanya berselisih hitungan hari dari periode liburan terbesar di China yakni Tahun Baru atau Imlek yang jatuh pada 21 Januari.
Perayaan Imlek biasanya berlangsung selama 16 hari dan menjadi puncak konsumsi masyarakat China. Pada periode tersebut, jutaan warga China juga akan melakukan bepergian ke luar negeri.
Dengan fakta tersebut, pembukaan perbatasan China menjelang Libur Imlek menjadi sangat penting.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan dibukanya perbatasan internasional China akan menjadi game changer bagi perekonomian kawasan Asia.
"Reopening China akan jadi game changer buat perekonomian regional terutama Indonesia. Dampaknya ke perekonomian Indonesia tentu besar karena China jadi salah satu negara tujuan ekspor dan sumber investasi terbesar buat Indonesia," tutur Andry, kepada Indonesia.
Tiongkok adalah mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Ekspor Indonesia ke China pada Januari-November 2022 menembus US$ 57,76 miliar atau 25,6% dari total.
Komoditas ekspor andalan Indonesia adalah batu bara, besi dan baja, minyak sawit mentah (CPO), pulp, feronikel, biji logam, dan tembaga.
Ekonom BCA Suryaputra Wijaksana menjelaskan eksposur perekonomian Indonesia terhadap China besar sehingga pembukaan perbatasan Tiongkok akan berdampak signifikan pada Indonesia.
Pembukaan China secara tidak langsung juga akan menopang pergerakan nilai tukar rupiah.
"Ekspor (diharapkan) meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat. (Ada dampak) pariwisata karena turis Tiongkok. Ini akan berdampak pada nilai tukar rupiah karena peningkatan ekspor dan turisme akan mendorong permintaan rupiah," ujarnya.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 2,07 juta warga China mengunjungi Indonesia pada 2019. Jumlah tersebut setara dengan 12,5% dari total kunjungan turis pada tahun tersebut.
Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) China menurun drastis sejak pandemi. Pada Januari-November 2022, jumlah wisman Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia hanya menyentuh 114.513. Mayoritas dari wisman tersebut bepergian untuk bisnis.
Di sektor investasi, posisi China juga semakin penting. Pada Januari-September 2022, Negara Tirai Bambu merupakan investor terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura.
Nilai investasi China mencapai US$ 5,2 miliar atau naik 126% dibandingkan Januari September 2021 yang tercatat US$ 2,3 miliar.
Investasi China di Indonesia sempat melambat dan berada di bawah US$ 1 miliar pada kuartal II-IV 2022 atau setelah badai pandemi Covid-19 melanda dunia.
Pada 2021, investasi China menembus US$ 3,2 miliar. Jumlah tersebut hanya kalah dari Singapura dan Hong Kong.
 Foto: BKPM Investasi China |
Namun, Suryaputra mengingatkan dampak positif pembukaan perbatasan China akan membutuhkan waktu. Terlebih, kasus Covid-19 di Negara Tirai Bambu tengah meningkat.
"Gelombang infeksi Covid-19 akan mendisrupsi aktivitas ekonomi dan libur Imlek yang cukup panjang di Tiongkok menekan aktivitas ekspor impor," ujarnya.
Dia menambahkan ketidakpastian arah kebijakan Tiongkok sejak Kongres Partai pada Oktober lalu serta krisis sektor properti bisa menghambat investasi sektor swasta.
Sebagai catatan, Partai Komunis China mengusulkan amandemen konstitusi mengenai penghapusan masa jabatan presiden pada kongres Oktober 2022.
Andry menjelaskan pembukaan perbatasan China juga bisa berdampak negatif ke pasar saham domestik.
"Reopening China akan membuat flows sebagian balik ke China dan akan membatasi performance equity market Indonesia," papar Andry.
Data Bank Indonesia (BI), berdasarkan transaksi 2-5 Januari 2023, menunjukkan investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 1,68 triliun di pasar saham.
Masih tercatatnya aksi jual pada pasar saham ini terbilang di luar kebiasaan. Pada tahun-tahun sebelumnya, pasar saham biasanya mencatat net buy pada pekan pertama Januari.
Pada pekan pertama Januari 2022, di pasar saham net buy sebesar Rp 2,19 triliun sementara pada pekan pertama Januari 2021 tercatat net buy Rp 1,03 triliun dan pada awal Januari 2020 sekitar Rp 1 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA